Selasa, 22 September 2015

baitul mal wa tamwil (BMT/KOPERASI SYARIAH)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
      Islam merupakan ajaran yang Syamil (universal), kamil (sempurna), dan mutakamil (menyempurnakan) yang diberikan oleh Allah yang diangkat sebagai Khalifah (pemimpin) di bumi ini yang berkewajiban untuk memakmurkannya baik secara material maupun secara spiritual dengan landasan aqidah dan syari’ah yang masing-masing akan melahirkan peradaban yang lurus dan akhlaqul karimah (perilaku mulia).
      Islam dalam menentukan suatu larangan terhadap aktivitas duniawiyah tentunya memberi hikmah yang akan memberikan kemaslahatan, ketenangan dan keselamatan hidup didunia maupun di akhirat. Namun demikian, Islam tidak melarang begitu saja kecuali di sisi lain ada alternatif konsepsional maupun operasional yang diberikannya. Misalnya saja larangan terhadap riba, alternatif yang diberikan Islam dalam rangka rrienghapus riba dalam praktek mu’amalah yang dilakukan manusia melalui dua jalan. Jalan yang pertama, berbentuk shadaqah ataupun qardhul hasan (pinjaman tanpa adanya kesepakatan kelebihan berupa apapun pada saat pelunasan) yang rnerupakan solusi bagi siapa saja yang melakukan aktivitas riba untuk keperluan biaya hidup (konsumtif) ataupun usaha dalam skala mikro. Sedangkan jalan yang kedua adalah melalui sistem perbankan Islam yang didalamnya menyangkut perighimpunan dana melalui tabungan mudharubah, deposito musyawarahdan giro wadiah yang kemudian disalurkan melalui pinjaman dengan prinsip tiga hasil (seperti mudharabah, musyarakah), prinsip jual beli (bai’bithamanajil, mudarabah dan sebagainya) serta prinsip sewa/fee (Ijarah, bai’at takjiri dan lain-lain). Dari kedua jalan di atas, secara sistematik diatur dan dikelola melalui kelembagaan yang dalam istilah Islam disebut Baitul Maal wat Tamwil.
Demikianlah BMT di dirikan secara sukarela oleh para pengusaha kecil bawah untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi sehari-hari. Energy awal dari luar memang dibutuhkan agar setiap BMT dapat mulai bergerak.Dan tuhanmu telah berfirman: “berdoalah kepadaku, niscaya akan kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahku akan masuk neraka jahannam dengan keadaan hina dina” (QS. 40:60).



1.2  Rumusan Masalah
1.      Apayang dimaksud dengan BMT?
2.      Mengapa BMT diperlukan?
3.      Bagaimana sejarah dan perkembagan BMT di Indonesia?
4.      Bagaimana BMT beroperasional?
5.      Apa saja masalah yang dihadapi BMT?

Teknis penulisan makalah ini berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Negeri Malang (UM, 2010)







BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi BMT
BMT merupakan kependekan dari Baitul Mal wa Tamwil. Lembaga ini merupakan gabungan dari dua fungsi, yaitu baitul mal atau rumah dana serta baitul tamwil atau rumah usaha (Ridwan, 2004:115). Baitul mal telah dikembangkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW sebagai lembaga yang bertugas untuk mengumpulkan sekaligus membagikan (tashoruf) dana sosial, seperti zakat, infak dan shodaqoh (ZIS). Sedangkan baitu tamwil merupakan lembaga bisnis keuangan yang berorientasi laba.
Menurut Aziz danUlfa (2010:120) secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi Baitul Tamwil (Bait = Rumah, At Tamwil = Pengembangan Harta). Jadi BMT adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al-tamwildengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha proktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan.
BMT memiliki visi, misi serta tujuan yang mengarah kepada upaya meningkatkan kualitas ibadah anggota khususnya, sebagai wakil-pengabdi Allah dalam memakmurkan kehidupan ekonomi masyarakat pada umumnya. Ibadah dalam hal ini berarti luas dalam segala aspek kehidupan, demi mewujudkan sebuah pola kehidupan sosial masyarakat yang adil dan makmur, khususnya dalam hal kesejahteraan ekonomi.
BMT merupakan sebuah usaha bisnis. Dengan begitu, BMT dikelola secara profesional sehingga mencapai tingkat efiiensi ekonomi tertentu, demi mewujudkan kesejahteraan anggota, seiiring penguatan kelembagaan BMT itu sendiri. Pada sudut pandang sosial, BMT (dalam hal ini baitul mal) berorientasi pada peningkatan kehidupan anggota yang tidak mungkin dijangkau dengan prinsip bisnis. Stimulan melalui dana ZIS akan mengarahkan anggota untuk mengembangkan usahanya, untuk pada akhirnya mampu mengembangkan dana bisnis.

2.2 Mengapa BMT diperlukan?
Pertanyaan mendasar yang tertulis diatas perlu mendapat jawaban dan alasan mendasar pula. Jawaban tertuju atas keberpihakan kita terhadap kondisi perekonomian rakyat. Ekonomi kerakyatan, yang sebenarnya telah lahir sejak tahun 1932 (oleh Bung Hatta, diartikan rakyat itu daulat alias raja atas dirinya, baik dibidang politik maupun ekonomi, jawaban atas pertanyaan di atas adalah:
            Pertama: walaupun kita telah melaksanakan pembangunan berencana terus-menerus selama lebih kurang seperempat abad dan kita telah banyak mencapai kemajuan diberbagai bidang, namun haruslah diakui masalah fundamental terkait lapangan kerja belum terselesaikan.
            Kedua: upaya mengatasi kemiskinan khususnya dalam memajukan pengusaha kecil belum juga menunjukkan hasil maksimal. Oleh karena itu, kita harus dengan serius melakukan pengembangan usaha kecil yang semakin optimal sebagai salah satu kelompok strategis untuk memperbaiki perekonomian rakyat.
            Berkaitan dengan alasan yang kedua ini, terdapat setidaknya dua masalah pokok yang perludi cermati:
1.      Paradigma teknis bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Masalahini secara normatif telah terselesaikan dengan adanya petunjuk GBHN, yaitu bahwa pembangunan dan pertumbuhan ekonomi ingin ditingkatkan melalui peningkatan partisipasi, efisiensi, dan produktivitas rakyat.
2.      Permintaan efektif, artinyta kalaupun lembaga sudah mampu mensupply secara fisik hal-hal yang dibutuhkan oleh pengusaha kecil, belum tentu mereka mampu memanfaatkan jasa-jasa yang ada. Ini disebabkan oleh alasan-alasan pribadi atau aturan-aturan lembaga yang bersangkutan.
Persoalan bagi banyak rakyat kita para pengusaha kecil, seperti tukang sayur, penjual kue, nelayan kecil dan lainnya menghadapi masalah bertahan hidup. Dicari pagi dimakan sore. Kondisi ini menyebabkan sulitnya mereka untuk dating ke Bank.
Apapun alasannya, pengusaha kecil seperti itu akan mengalami kesulitan yang besar dalam menanggapi perubahan alam sekelilingnya secara cerdas, efisien, dan efektif yang menguntungkan . Pengusaha-pengusaha kecil itu berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain dalam perputaran asset usaha dibawah Rp. 50 juta bahkan dibawah Rp. 10 juta . Itulah sebabnya dibutuhkan pengembangan lembaga yang dapat menjangkau para pengusaha kecil yang tersebar diseluruh plosok tanah air.

2.3 Sejarahdan Perkembangan BMT di Indonesia
     2.3.1 Sejarah BMT di Indonesia
Sejarah BMT ada di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) sebagai sebuah gerakan yang secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK).
BMT membuka kerjasama dengan lembaga pemberi pinjaman dan peminjam bisnis skala kecil dengan berpegang pada prinsip dasar tata ekonomi dalam agama Islam yakni saling rela, percaya dan tanggung jawab, serta terutama sistem bagi hasilnya. BMT terus berkembang. BMT akan terus berproses dan berupaya mencari trobosan baru untuk memajukan perekonomian masyarakat, karena masalah muammalat memang berkembang dari waktu ke waktu. BMT begitu marak belakangan ini seiring dengan upaya umat untuk kembali berekonomi sesuai syariah dan berkontribusi menanggulangi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Karena prinsip penentuan suka rela yang tak memberatkan, kehadiran BMT menjadi angin segar bagi para nasabahnya. Itu terlihat dari operasinya yang semula hanya terbatas di lingkungannya, kemudian menyebar ke daerah lainnya. Dari semua ini, jumlah BMT pada tahun 2003 ditaksir 3000-an tersebar di Indonesia, dan tidak menutup kemungkinan pertumbuhan BMT pun akan semakin meningkat seiring bertambahnya kepercayaan masyarakat.
Perkembangan tersebut terjadi disebabkan oleh gerakan BMT yang berskala mikro, sehingga lebih dekat kepada masyarakat menengah ke bawah. Cukup dengan sejumlah modal dan beberapa orang yang bersedia menggerakkan dengan prinsip syariah, maka BMT sudah dapat didirikan, bahkan di desa terpencil sekalipun.
Dalam kinerja operasionalnya, BMT di Indonesia sama dengan fungsi utama operasional bank syariah yang mencakup penghimpunan dana dari masyarakat (funding) dan penyaluran dana (fibnancing) sebagai bentuk usaha BMT itu sendiri. Sistem yang digunakan tentu saja merupakan sistem yang berlandaskan syariah Islam. Akad-akad yang diterapkan dalam perbankan syariah juga diterapkan di BMT, seperti mudharabah, murabahah, wadia’ah hingga qardhul hasan, baik dalam konteks penghimpunan maupun penyaluran dana dari dan kepada masyarakat.

     2.3.2 Landasan Yuridis
Walaupun sama-sama merupakan lembaga keuangan syariah, serta memiliki sistem dan mekanisme kerja yang relatif sama, pada tataran hukum, BMT belum bisa disejajarkan dengan bank syariah. Perbankan syariah telah memperoleh landasan yuridis berdasarkan Undang Undang Perbankan. Pertama kali berdasarkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan kemudian diubah dengan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998. Berdasarkan undang-undang tersebut perbankan syari’ah telah memiliki legitimasi hukum yang kuat.
Legalitas keberadaan BMT dianggap sah karena tetap berasaskan Pancasila, UUD 1945 dan prinsip syariah Islam. Pada sudut pandang lembaga sosial, BMT memiliki kesamaan fungsi dengan Lembaga Amil Zakat. BMT dituntut untuk daapat menjadi LAZ yang mapan dalam pengumpulan dan penyaluran zakat, infak, sedekah dan wakaf dari mustahiq kepada golongan yang paling berhak sesuai ketentuan syariah dan UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.
Sebagai lembaga bisnis, legalitas BMT sebagai lembaga yang bergerak dalam penghimpunan dana masyarakat terbentur status hukum yang sulit. Sebagai lembaga yang bukan bank, usaha yang dilakukan oleh BMT lebih dekat kepada koperasi simpan-pinjam. BMT sebagai lembaga keuangan mikro bergerak dalam kegiatan usaha menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat. Betapapun kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana oleh BMT ini dalam skala kecil, namun kegiatan usaha ini secara yuridis tampak berlawanan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perbankan.
Menurut pasal 16 ayat (1) Undang Undang Nomor 10 tahun 1998, kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan oleh Bank Umum atau BPR, kecuali apabila kegiatan itu diatur dengan undang-undang tersendiri. Sebagaimana juga yang tercantum dalam pasal 46 UU tersebut, BMT seharusnya mendapatkan sanksi karena menjalankan usaha perbankan tanpa izin usaha. Namun di sisi lain, keberadaan BMT di Indonesia justru mendapatkan dukungan dari pemerintah, dengan diluncurkan sebagai Gerakan Nasional pada tahu 1994 oleh Presiden.
Untuk mengatasi krisis hukum tersebut, maka dalam prakteknya sebagian BMT mengambil bentuk badan usaha koperasi dan sebagian lain belum memiliki badan usaha yang jelas atau masih bersifat pra-koperasi.  Koperasi sendiri merupakan bentuk badan usaha yang relatif lebih dekat untuk BMT, tetapi menurut Undang Undang Perkoperasian kegiatan menghimpun dana simpanan terbatas hanya dari para anggotanya (Pasal 44 UU. No. 25/ 1992). Pasal 44 ayat (1) U.U. No. 25 Tahun 1992 mengatur bahwa koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, ataukoperasi lain dan/atau anggotanya. Salah satu nama yang berkembang kemudian adalah lembaga KJSK (Koperasi Jasa Keuangan Syariah) yang berstatus hukum koperasi.


2.4  Mekanisme Operasional BMT
2.4.1        Status dan Ciri-ciri BMT
BMT adalah sebuah organisasi informal dalam bentuk Kelompok Simpan Pinjam (KSP) atau Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
Secara prinsip BMT memiliki sistem operasi yang tidak jauh berbeda dengan sistem operasi BPR Syari’ah. Namun ruang lingkup dan produk yang dihasilkan yang berbeda.
Berkenaan dengan itu, badan hukum yang dapat disandang oleh BMT (berkembang dengan sampai dengan) sebagai berikut:
·         Koperasi Serba Usaha atau Koperasi Simpan Pinjam
·         KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) atau Prakoperasi ®Dalam program PHK-BI (Proyek Hubungan Bank dengan KSM Bank Indonesia) BI memberikan izin kepada LPSM (Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat) tertentu untuk membina KSM
·         LPSM itu memberikan sertifikat pada KSM(dalam hal ini Baituntamwil) untuk beroperasi. KSM disebut juga sebagai Prakoperasi
·         MUI,ICMI, BMI telak menyiapkan LPSM bernama PINBUK yang kepengurusanya mengikutsertakan unsur-unsu DMI, IPHI, pejabat tinggi negara yang terkait BUMN dan lain-lain.
Ciri-ciri:
BMT memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
·         Modal awal lebih kurang Rp 5 sampai dengan Rp 10 juta
·         Memberikn pembiyaan kepada anggota relatif lebih kecil, tergantung perkembangan besarnya modal
·         Menerima titipan zakat, infaq dan sadaqah dari Bazis
·         Calon pengelola atau manajer dipilih yang paling beraqidah, komitmen tinggi pada pengembangan ekonomi umat, amanah, dan jujur, jiki mungkin minimal lulusan D3, S1.
·         Dalam operasi menggiatkan dan menjemput berbagi jenis simpanan mudharabah, demikian pula terhadap nasabah pembiayaan. Tidak hanya menunggu
·         Manajemen profesional dan islami
·         Administrasi pembukuan dan prosedur perbankan
·         Aktif, menjemput, beranjangsana, berprakarsa
·         Berperilaku ahsanu’amala : service excellence

2.4.2        Konsep Dasar yang Dipakai BMT
Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan Syari’ah Islam tersebut ditentukan oleh hubungan Aqad yang teridiri dari 5 konsep dasar Aqad. Bersumber dari 5 konsep dasar inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank Islami dan lembaga keuangan bukan bank Islami untuk dioperasionalkan.
Kelima konsep tersebut adalah:
1.      Aqad Tijaroh atau  Pertukaran/Jual Beli
·       Prinsip jual beli
·       Syarat syahnya jual beli
·       Syarat penjual dan pembeli
·       Syarat barang
·       Syarat harga
·       Jenis jual beli
2.      Aqad Wadiah/Titipan
·       Wadi’ah Yad Al Amanah
·       Wadi’ah Yad Al Dhomanah
3.      Aqad Syarikah/Berserikat
·       Al-Musyarokah
·       Al-Mudhorobah
4.      Aqad Kafalah/Memberi Kepercayaan/Memberi Jaminan
5.      Aqad Wakalah/Memberi Izin

Disamping produk jasa untuk lembaga keuangan bank maupun bukan bank Islami terdapat pula produk input danan non-bisnis atau dana ibadah, yaitu zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) yang diseranhkan langsung. Berlainan ZIS yang disimpan melalui tabungan atau simpanan wadi’ah (Dhomanah) dari pihak lain, makan konsep wakalah ini ZIS diserahkan langsung ke lemabaga keuangan syari’ah yang dapat disamakan dengan badan AMIL untuk menyalurkan ZIS tersebut kepada para mustahiq ataupun bentuk pembiyaan Al-Qordul Hasan.



2.4.3        Produk BMT
1. Pembiayaan
a.       Pembiyaan modal kerja
Penyediaan kebutuhan modal kerja dapat diterapkan dalam berbagai kondisi dan kebutuhan, karena memang produk BMT sangat banyak sehingga memungkinkan dapat memenuhi kebutuhan modal tersebut.
b.      Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli
Merupakan penyediaan barang modal maupun investasi untuk pemenuhan kebutuhan modal kerja maupun investasi. Atas transaksi ini BMT mendapat sejumlah keuntungan.
c.       Pembiayaan dengan prinsip jasa
Pembiayaan ini disebut jasa karena pada prinsipnya dasar akadnya adalah ta’auni atau tabarru’i yakni akad yang tujuannya tolong-menolong dalam hal kebajikan.
2. Produk Tabungan
a.       Tabungan Pendidikan : merupakan tabungan yang disetorkan kapan saja namun  pengambilannya sesuai perjanjian. Misalnya, 6 bulan, 1 tahun, 2 tahun dan 4 tahun.
b.      Tabungan Biasa : tabungan yang kapan saja bias di ambil dan terdapat sistem bagi hasil.
c.       Tabungan Idul Fitri  : tabungan yang diambil satu tahun sekali dan diambilnya sebelum idul fitri.
d.      Tabungan Aqiqah : tabungan yang diambilnya pada saat akan melakukan aqiqah.
e.       Tabungan Haji : tabungan yang disetorkan untuk membiayai ibadah haji yang akan dilakukan oleh penyetor.
f.       Tabungan Qurban : tabungan yang disetorkan untuk membiayai ibadah qurban.

Mekanisme Operasional BMT
Dikelola oleh Manajer, Teller, Marketting dan Pengurus. Dan BMT dibawah bimbingan kementrian kopersai dan UKM ( Usaha Kecil Menengah ).  Selain itu  BMT juga mempunyai visi dan misi agar mekanisme operasionalnya berjalan dengan baik. Diantaranya adalah:

2.5 Problematika yang Dihadapi BMT
Dengan segala kekurangan, kelebihan, keunggulan dari BMT, problematika tetap saja ada, antara lain :
a.       Modal
Modal yang relatif kecil menjadi permasalahan yang setiap saat ada pada BMT. Didukung dengan perputaran modal yang belum tentu kembali 100 % untuk BMT. Diperlukan adanya suntikan dana yang cukup baik dari pemerintah atau pihak-pihak yang tertarik untuk berinvestasi di BMT.
b.      Kredit Macet
Lambatnya angsuran yang diterima oleh BMT menjadi alasan yang klasik bagi BMT. Persoalan ini sudah menjadi santapan tiap terjadi akad-akad pembiayaan walaupun tidak semua peminjam selalu bermasalah.
c.       Likuiditas
Dengan modal yang relatif kecil dan diharuskan terjadi perputaran untuk memperoleh laba, di samping dana pihak ketiga juga ikut diputar agar dana yang disimpan memperoleh bagi hasil, maka BMT akan mengalami permasalahan likuiditas jika tidak dapat memenuhi permintaan uang oleh nasabah.
d.      Pangsa Pasar
Pasar yang digarap oleh BMT (Dana Mentari) adalah terbatas lingkup kabupaten, sehingga jika diambil sebuah analisis, di kabupaten Banyumas tidak terdapat industri-industri yang besar sehingga kurang mendukung adanya BMT sebagai intermediasi. Selain itu, pangsa pasar di Purwokerto sudah terbatas karena saat ini banyak bank yang sudah masuk ke dalam kegiatan ekonomi skala kecil.


BAB III
KESIMPULAN


            Dari berbagai data di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa BMT secara hukum berbeda status dengan bank syaruah. Dengan begitu, BMT menerapkan konsep syariah lebih baik dari Bank Syariah karena tidak diatur oleh regulasi Bank Indonesia. Selain itu, BMT memiliki pangsa pasar yang berbeda dengan Bank Syariah, khususnya dalam hal luasnya. Hal tersebut pula yang kemudian berimbas pada perbedaan dalam hal mekanisme kerja keduanya. Proporsi pendapatan dalam nisbah bagi hasil selalu lebih besar bagi pihak BMT, khususnya dalam produk simpann.
            Gerakan BMT yang gencar ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah misalnya, perlu meregulasikan perundang-undangan yang jelas bagi BMT, sehingga kinerjanya lebih optimal dan tidak terbentur urusan hukum. Masyarakat pun akan mulai mempercayakan kebutuhan ekonominya pada lembaga mikro syariah ini, khususnya masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.



DAFTAR RUJUKAN
Aziz, Abdul dan Ulfah, Mariah. 2010.Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer. CV. Afabeta
Ridwan, Muhammad. 2004. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil. Yogyakarta: UII Press.
Universitas Negeri Malang. 2010.  Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Edisi kelima. Malang:Universitas Negeri Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar