BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ekonomi neoklasik percaya bahwa kebijakan publik
biasaya didasarkan pada kemampuan pemerintah dalam menarik pajak dan memacu
tarif pada subsidi asing. Dalam bahasa ekonomi yang termasuk sebagai kebijakan
publik salah satunya berupa kebijakan fiskal. Sehingga dalam bahasa ekonomi konvensional
dipandang sebagai instrumen pemerintah yang berusaha meningkatkan aktivitas
ekonomi melalui pajak dan pengeluaran pemerintah.
Lahirnya kebijakan
fiskal dalam suatu negara sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Fiskal adalah salah satu bagian atau
instrumen ekonomi publik. Kebijakan fiskal secara tradisional bisa disebut juga
keuangan publik, merupakan suatu kebijakan yang berkaitan dengan ketentuan,
pemeliharaan dan pembayaran dari sumber-sumber untuk memenuhi fungsi-fungsi
pemerintah. Penghasilan dan pembiayaan otoritas publik dan administrasi
keuangan.
Di dalam sejarah Islam, keuangan publik berkembang
bersamaan dengan pengembangan masyarakat muslim dan pembentukan negara Islam oleh Rasulullah SAW, kemudian diteruskan
oleh para sahabat (Khulafaur
Rassyidin).
Kendatipun,
sebelumnya telah digariskan dalam AL-Qur’an, dalam hal santunan kepada orang
miskin.
Dalam
pemikiran Islam menurut M. Faruq An-Nabahan, pemerintah merupakan
lembaga formal yang mewujudkan dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada
semua rakyatnya. Pemerintah mempunyai segudang kewajiban untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat, salah satunya yaitu tanggung jawab terhadap
perekonomian. Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, pemerintah Islam
menggunakan dua kebijakan, yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
Muhammad
Nazori Majid (dalam Pratikto, 2012: 189) mengatakan bahwa kebijakan fiskal
mempunyai peran penting, hal ini didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut:
a.
Peran kebijakan fiskal
relatif dibatasi, dua hal yang mendasarinya adalah: pertama tingkat bunga yang
tidak mempunyai peran sama sekali dalam ekonomi Islam, dan yang kedua Islam
tidak membolehkan perjudian yang mengandung spekulasi.
b.
Pemerintah Islam harus
lebih keras dan tegas dalam menjamin bahwa pungutan atas zakat dapat
dikumpulkan dari setiap muslim yang mempunyai kelebihan harta yang telah
mencapai nishab.
Tujuan dari kebijakan
fiskal dalam Islam adalah untuk menciptakan stabilitas ekonomi, tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan pendapatan, ditambah dengan
tujuan lain yang terkandung dalam aturan Islam yaitu Islam menetapkan pada
tempat yang tinggi akan terwujudnya persamaan dan demokrasi. Masih menurut
Muhammad Nazori Majid (dalam Pratikto, 2012: 189-190), untuk
mencapai tujuan pembangunan ekonomi ada beberapa instrumen yang digunakan,
yaitu:
1.
Penggunaan kebijakan
fiskal dalam menciptakan kesempatan kerja.
2.
Penggunaan kebijakan fiskal
dalam menekan laju inflasi.
3.
Penggunaan kebijakan
fiskal dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan penjelasan di atas, makalah ini akan
membahas tentang kebijakan fiskal dalam prespektif ekonomi Islam secara lebih detail
lagi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah kebijakan fiskal pada masa pemerintahan Nabi
Muhammad SAW?
2.
Bagaimanakah kebijakan fiskal pada masa Khulafaur Rasyidin?
3.
Bagaimanakah kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam?
Teknis penulisan makalah ini berpedoman
pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Negeri Malang (UM, 2010).
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEBIJAKAN FISKAL PADA MASA NABI
MUHAMMAD SAW
Munculnya
Islam membuka jaman baru dalam sejarah kehidupan manusia. Kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah suatu peristiwa
yang tiada bandingnya.
Selama
tiga belas tahun di Mekkah,
beliau hijrah ke Madinah (yathrib). Pada saat itu kondisi
madina masih kacau, masih banyak suku, belum ada pemimpin atau raja yang
berdaulat. Diantara suku-suku yang ada di Madinah yang paling mendominasi adalah suku yahudi yang dipimpin oleh Abdullah
bin Ubbay. Ia
sangat berambisi menjadi raja di Madinah,
dengan suku yang terkuat dan kaya tetapi sayangnya ekonominya masih lemah dan hanya
berasal dari pertanian. Belum ada hukum dan aturan, maka sistem pajak dan
fiskal belum berlaku.
Setelah nabi Muhammad di Madinah, maka Madinah mengalami perkembangan yang sangat
cepat. Rasulullah telah memimpin seluruh pusat pemerintahan Madinah, menerapkan prinsip-prinsip dalam
pemerintahan, membangun institusi-institusi, mengarahkan urusan luar negeri,
dan pada akhirnya melepaskan jabatannya secara penuh. Sebagai kepala negara
yang beru terbentuk, ada beberapa hal yang mendapat perhatian beliau, seperti: membangun masjid utama sebagai
tempat berkumpul bagi para pengikutnya, merahabiitasi muhajirin mekkah di
madina, menciptakan kedamaian dalam negara, mengeluarkan hak dan kewajiban bagi
warga negaranya, membuat konstitusi negara, menyusun sistem pertahanan Madinah, meletakan dasar-dasar sistem
keuangan negara.
1.
Sistem Ekonomi
Setelah menyelesaikan masalah politik dan urusan
konstitusional, Rasulullah
kemudian merubah sistem ekonomi dan keuangan negara dengan ketentuan AL-Qur’an.
Dalam Muhammad (2002: 181),
berikut
adalah kebijikan dan ketentuan ekonomi pada masa Rasulullah:
1. Kekuasaan
tertinggi adalah milik Allah
SWT dan Allah
SWT adalah pemilik yang absolut atas semua yang ada.
2. Manusia
merupakan pemimpin allah di bumi, tetapi bukan pemilik yang sebenarnya.
3. Semua
yang dimiliki oleh manusia karena atas seizin Allah SWT, oleh karena itu
saudara-saudaranya yang kurang beruntung memliki hak atas sebagian kekayaan
saudara-saudaranya yang lebih beruntung.
4. Kekayaan
tidak boleh ditumpuk terus dan ditimbun.
5. Kekayaan
harus diputar
6. Eksploitasi
dalam ekonomi segala bentuknya harus dihilangkan.
7. Menghilangkan
jurang perbedaan antar individu dalam perekonomian dapat menghapuskan konflik
antar golongan dengan cara membagikan kepemilikan seseorang setelah kematiannya
kepada para ahli warisnya.
8. Menetapkan
kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu termasuk bagi
anggota masyarakat yang miskin.
2.
Keuangan dan Pajak
Pada masa-masa awal pemerintahan, pendapatan dan
pengeluaran hampir tidak ada. Rasulullah SAW sendiri adalah seorang kepala
negara, pemimpin dibidang hukum, pemimpin dan penanggung jawab dari keseluruhan
administrasi, beliau pun tidak mendapatkan gaji sedikitpun dari negara atau
masyarakat.
Pada jaman Rasulullah tidak ada pekerjaan yang tidak
mendapatkan upah, tidak ada juga tentara yang formal. Mereka tidak mendapatkan
gaji tetap, tetapi mereka diperbolehkan mendapatkan bagian dari rampasan
perang, seperti senjata, kuda, unta dan lain sebagainya.
Situasi berubah setelah turunya surat al-Anfal (rampasan
perang), yang berisikan “seperlima bagian untuk Allah dan Rasul-Nya (yaitu
untuk negara yang digunakan untuk kesejahteraan umum) dan untuk kerabat Rasul,
anak yatim, orang yang membutuhkan dan orang yang sedang dalam perjalanan. Pada
tahun kedua setelah hijrah, sodaqoh fitrah diwajibkan dan dilaksanakan setiap
bulan ramadahan. Zakat atau sodaqoh
wajib mulai diwajibkan pembayarannya pada tahun kesembilan setelah hijrah.
Waqaf
islam pertama ialah pada saat suatu suku yang tingggal di Madinah bernama Banu nadir, mereka
melangar janji bahkan berusaha membunuh Rasulullah. Yang pada akhirnya
Rasulullah mengepung suku tersebut dengan tentara islam, akhirnya mereka
menyerah dan meninggalkan kota. Semua yang ditinggalkan Banu nadir menjadi
milik Rasulullah, karena mereka mendapatkannya tanpa berperang. Rasulullah
membagikan tanah-tanahnya kepada Muhajirin dan kaum anshar. Mukhairik, seorang rabbi Banu nadir, yang masuk islam
memberikan Rasulullah tujuh kebunnya yang kemudian oleh rasulullah dijadikannya
tanah sodaqoh.
Khaibar
dikuasai pada tahun ketujuh hijrah. Setelah pertempuran selama sebulan, mereka
menyerah dengan syarat dan berjanji meninggalkan tanahnya. Syarat yang diajukan
diterima. Mereka mengatakan pada Rasulullah “kami memiliki pengalaman khusus
dalam bertani dan berkebun kurma”, dan meminta izin untuk tetap tinggal disana.
Jizyah adalah pajak yag dibayarjan oleh
orang non-muslim khususnya ahli kitab, untuk jaminan perlindungan jiwa, harta
atau kekayaan, ibadah, bebas dari nilai-nilai dan tidak wajib militer. Pada
jaman Rasulullah besarnya jizyah adalah
satu dinar per tahun untuk orang dewasa yng mampu membayarnya.
Kharaj atau pajak tanah dipungut dari
non-muslim ketika Khaibar ditaklukan. Tanahnya diambil alih oleh orang muslim
dan pemilik lamanya menawarkan untuk mengelola tanah tersebut sebagai pengganti
sewa tanah dan bersedia memberikan sebagian hasilnya pada negara. Kharaj ini menjadi sumber pendapatan
yang penting.
Ushr adalah
bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, yang dibayar hanya setahun
sekali dan hanya berlaku pada barang yang bernilai lebih dari dua ratus dirham (Muhammad, 2002: 181-183).
3.
Sumber Pendapatan Sekunder
Menurut Muhammad (2002: 184), disamping
sumber-sumber pendapatan primer yang digunakan sebagai penerimaan fiskal
pemerintahan pada masa Rasulullah SAW, terdapat pendapatan sekuder yaitu;
1. Uang
tebusan untuk tawanan perang
2. Pinjaman-pinjaman
untuk pembebasan kaum muslim dari judhayma atau sebelum pertempuran hawazin
30.000 dirhamdari Abdullah bin Rabiadab meminjam beberapa pakaian dan
hewan-hewan tunggangan dari Sufwan bin Umaiyah
3. Khumus
atau rikaz harta karun temuan sebelum
periode islam
4. Amwal fadhla (berasal
dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa waris)
5. Wakaf, harta benda yang
didesikasikan kepada umat islam yang disebabkan karena Allah
dan pendapatannya akan didepositokan di Baitul Maal
6. Nawaib yaitu
pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada kaum muslimin yang kaya
dalam rangka menutup pengeluaran selama masa darurat
7. Zakat
fitrah
8. Bentuk
lain sodaqoh seperti qurban dan kaffarat
4.
Zakat dqan Ushr
Seperti yang dijelaskan dalam Muhaamad (2002: 184), Zakat
dan Ushr merupakan pendapatan yang paling utama bagi negara pada masa
Rasulullah hidup, dan merupakan kewajiban agama yang termasuk salah satu pilar
islam. Zakat dikenakan pada hal-hal berikut:
1. Benda
logam yang terbuat dari emas
2. Benda
logam yang terbuat dari perak
3. Binatang
ternak
4. Berbagai
jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan
5. Hasil
pertanian termasuk buah-buahan
6. Luqta, harta
benda yang ditinggalkan musuh
7. Barang
temuan
Beberapa
alasan kenapa pada masa Rasulullah tidak ada catatan penerimaan, yaitu:
1. Jumlah
orang islam yang bisa membaca, menghitung dan menulis masih sangat sedikit
2. Sebagian
besar buktu pembayaran dibuat dengan sangat sederhana
3. Bukti-bukti
penerimaan berbeda-beda
4. Pada
kebanyakan kasus, ghanimah digunakan
dan didistribusikan setelah terjadi peperangan tertentu (Muhammad, 2002: 184).
Catatan
mengenai pengeluaran secara rinci pada masa hidup Rasulullah juga tidak
tersedia, tetapi tidak bisa juga disimpulkan bahwa sistem keuangan yang ada
tidak dijalankan
sebagaimana mestinya atau membingungkan.
5.
Baitul Maal
Lima
belas abad yang lalu belum ada konsep yang jelas mengenai cara mengurus
keuangan dan kekayaan negara dibelahan dunia manapun. Pemerintah dipercaya
sebagai satu-satunya badan yang mengurus kekayaaan negara dan keuangan.
Rasulullah adalah kepala negara
pertama yang memperkenalkan konsep baru di
bidang
keuangan negara di abad
ketujuh, yaitu semua hasil pengumpulan negara disimpan terlebih dahulu dan
dikeluarkan sesuai kebutuuhan negara.
Semasa
Rasulullah masih hidup, Masjid Nabawi digunakan sebagi kantor pusat negara
sekaligus menjadi tempat tinggalnya dan baitul maal. Tetapi hewan-hewan tidak
disimpan di baitul maal, tetapi di padang terbuka.
Pemasukan yang sangat sedikit yang
diterima negara disimpan dalam masjid dalam jangka waktu yang pendek yang
kemudian diberikan kepada masyarakat tanpa. Didalam buku-buku sejarah dan
budaya terdapat empat puluh nama sahabat yang istilah pada masa modern disebut
pegawai skretariat Rasulullah, namun tidak disebutkan adanya bendahara negara.
Hal ini biasanya terjadi dalam lingkungan pengawasan yang ketat. Selanjutnya
pada awal periode kepemimipinan khulafaur
Rasyidin memegang peranan yang aktif dalam bidang keuangan dan administrasi (Muhammad, 2002: 185-186).
B. KEBIJAKAN FISKAL PADA MASA PEMERINTAHAN
KHULAFAUR RASYIDIN
Setelah
Rasulullah wafat, seluruh tampuh kepemimpinan pemerintahan, negara dan
keagamaan diserahkan keapda empat sahabat pilihan yang disebut khulafaur rasyidin yaitu; Khalifah Abu
Bakar Siddiq, Umar Bin Khatab, Usman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib.
1. Masa Kekhalifahan Abu Bakar
Siddiq
Sepeninggal
Rasulullah SAW, Abu Bakar Siddiq adalah sahabat pertama yang menggantikan
beliau. Sebelum menjadi khalifah, Abu Bakar Siddiq tinggal di kota Sikh, yang
terletak dipinggiran kota madina tempat dibangunnya baitul maal. Abu Ubaidah
dtunjuk sebagai penasihat baitul maal. Sejak menjadi khalifah, kebutuhan
keluarga beliau diurus oleh kekayaan dari baitul maal.
Sekitar dua puluh tujuh bulan masa
pemerintahannya, beliau telah banyak menangani masalah murtad, cukai, dan
orang-orang yang menolak membayar zakat. Beliau sangat memperhatikan keakuratan
perhitungan zakat. Saat
mendekati wafatnya, beliau menemukan banyak kesulitan dalam mengumpulkan
pendapatan negara. Beliau memerintahkan untuk menjual sebagian besar tanah
tanah yang dimiliknya dan seluruh hasil penjualannya diberikan pada negara (Muhammad, 2002: 186-187).
2. Masa Kekhalifahan Umar Bin
Khatab Al-Faruqi
Selanjutnya
setelah khalifah Abu Bakar Siddiq meninggal, digantikan oleh sahabatnya yaitu
Umar Bin Khatab. Masuknya beliau dalam kekhalifahan adalah nilai yang tinggi
bagi Islam.
Beliau adalah figur yang memiliki moral yang kuat, adil, memiliki energi yang
besar dan karakter yang kuat. Beliau
adalah figur utama dalam penyebaran islam. Tanpa jasanya islam tidak akan
tersebar luas seperti saat ini. Selama
kekhalifahannya, negara-negara seperti Syiria, Palestina, Mesir, Iraq dan
Persia ditaklukan, dan dijuluki saint
paul of islam oleh negara-negara barat.
Dalam Muhammad (2002, 188-192) dijelaskan bahwa
terdapat
beberapa hal penting yang perlu dicatat terkait masalah kebijakan fiskal pada
masa pemerintahan beliau antara lain; baitul maal, kepemilikan tanah, zakat,
ushr, sodaqoh
untuk non muslim, koin, klasifikasi pendapatan negara dan pengeluaran.
a.
Baitul
Maal
Kontribusi beliau yang paling besar dalam masa
pemerintahannya adalah dibentuknya perangkat administrasi yang baik.
Dibangunnya baitul maal reguler dan permanen di ibu kota untuk menyimpan dana
yang dibawa oleh Abu Haraira, Amir Bahrain pada tahun 16 H sebesar 500.000
dinar kharaj. Yang digunakan untuk
membiayai angkatan perang dan kebutuhan lain untuk ummah. Abdullah Bin Irqam
ditunjuk sebagai pengurus baitul maal bersama Abdurrahman Bin Ubaid Al-Qari
serta Muayqab sebagai asistennya.
Baitul maal dianggap sebagai “harta kaum muslim”
untuk menyediakan tunjangan yng berkesinambungan untuk janda, anak yatim, anak
terlantar, membiayai penguburan orang miskin, membayar utang-utang orang
bangkrut, membayar uang diyat untuk kasus-kasus tertentu.
Bersamaan reorganisasi baitul maal,
beliau mendirikan Diwan Islam pertama, yang disebut al-Divan.
Yaitu sebuah kantor yang digunakan untuk membayar tunjangan-tunjangan angkatan
perang dan pensiun serta tunjangan-tunjangan lainnya dalam basis yang reguler
dan tepat.
Untuk mensensus penduduknya beliau
menunjuk sebuah komite yang terdiri dari nassab ternama. Dan terdapat tingkatan
kepentingannya yaitu; 1. Orang-orang
yang dekat hubungannya dengan Rasulullah, 2. Mereka yang ikut serta dalam
perang badar dan uhud, 3. Imigran ke Abyssinia dan Madinah, 4. Mereka yang
bertarung dalam Qadisiyya atau hadir dalam sumpah Huddaybiyya.
b.
Kepemilikan
Tanah
Pada masa Rasulullah, kharaj dan tanah dibayar
sangat terbatas dan tidak dibutuhkan perangkat administrasi yang terelaborasi.
Sepanjang pemerintahan Umar,
banyak daerah yang ditaklukan dengan perjanjian damai. Penaklukan ini banyak
menimbulkan masalah baru, terutama yang berhubungan dengan kebijakan negara
tentang kepemilikan tanah yang ditaklukan. Setelah melakukan debat panjang,
akhirnya dengan dukungan dari teman umar memutuskan untuk memperlakukan
tanah-tanah tersebut sebagai fay.
Daerah penumpukan kharaj mencakup bagian yang cukup
besar dari kerajaan Roma
dan Sassanid,
karena itu sistem yang terelaborasi sangat dibutuhkan untuk mendata penghasilan
yang diperoleh dari tanah-tanah tersebut. Usman Ibn Hunaif Al-Ansari mensurvei
batas-batas tanah di Sawad, yang hasilnya seluas 36 juta jarib. Kemudian, Umar menerapkan
beberapa peraturan berikut ini:
1. Wilayah
Irak yang ditaklukan dengan kekuatan, menjadi milik muslim dan kepemilikan
tidak bisa diganggu gugat, sedangkan yang berada dibawah perjanjian damai tetap
dimiliki oleh pemilik lama dan dapat dialihkan.
2. Kharaj
dibebankan pada semua tanah yang berada dibawah kategori pertama, meskipun
pemilik tersebut masuk islam.
3. Bekas
pemilik tanah diberi hak kepemilikan, sepanjang mereka membayar kharaj dan
jizya.
4. Sisah
tanah yang tidak ditempati atau tanah yang diklaim kembali bila ditanami oleh
kaum muslim diperlakukan sebagai tanah ushr
5. Di
Sawad, kharaj dibebankan sebesar satu dirham dan satu rafiz gandum dan barley,
dengan anggapan tanah tersebut dilalui air.
6. Di
Mesir, menurut sebuah perjanjian Amar, dbebankan dua dinar, bahkan hingga tiga irdabb gandum, dua qist untuk setiap minyak, cuka, dan madu, rancangan ini disetujui
oleh Khalifah.
7. Perjanjian
Damaskus menetapkan pembayaran tunai, pembagian tanah dengan kaum muslim.
c.
Zakat
Pada masa Umar,
gubernur Taif melaporkan bahwa pemilik sarang-sarang tawon tidak membayar ushr tetapi menginginkan sarang-sarang
tawon mereka aman. Beliau mengatakan bahwa jika mereka membayar ushr maka sarang tawon mereka aman, maka
sebaliknya jika mereka tidak membayar ushr
sarang tawon mereka tidak aman. Menurut laporan Abu Ubayd, Umar membedakan madu yang
diperboleh dari daerah pegunungan dan lading, zakat yang ditetapkanpun berbeda
seperduapuluh untuk madu pegunungan dan sepersepuluh untuk madu ladang.
d.
Ushr
Sebelum Islam, setiap suku atau kelompok
yang tinggal dipedesaan biasa membayar pajak (ushr) pembelian dan penjualan (Maqs). Setelah negara Islam berdiri di Arabia, “Nabi
mengambil inisiatif untuk mendorong usaha perdagangan dengan menghapuskan bea
masuk antar provinsi yang masuk dalam daerah kekuasaan dan masuk dalam
perjanjian yang ditangani oleh beliau bersama dengan suku-suku yang tunduk
kepada kekuasaannya”.
Jadi pembebanan sepersepuluh hasil pertanian
kepada pedagang Manbij, dikatakan sebagai yang pertama dalam masa Umar.
e.
Sadaqah Untuk Non Muslim
Sadaqah yang harus dibayarkan oleh
kaum non muslim (orang kristen Banu Taghlib) pada masa pemerintahan Umar yaitu
digandakan, dengan syarat tidak membaptis seorang anak atau memaksakan untuk
menganut kepercayaan mereka.
f.
Koin
Pada masa Rasulullah dan sepanjang masa
Khulafaur Rasyidin mata uang asing dengan berbagai bobot sudah dikenal di
Arabia, seperti dinar, sebuah koin emas dan dirham sebuah koin perak. Bobot
dinar adalah sama dengan satu mistqal atau
sama dengan dua puluh qirat atau
seratus grain barley. Bobot dirham
tidak seragam. Untuk menghindari kebingungan, Umar menetapkan bahwa dirham perak
seberat empat belas qirat atau tujuh
puluh grain barley. Dus, rasio antara
satu dirham dan satu mistqal adalah tujuh persepuluh.
g.
Klasifikasi
Pendapatan Negara
Pendapatan
pada masa Umar meningkat tajam dan baitul maal didirikan secara permanen
dipusat kota dari ibu kota provinsi. Pendapatan yang diterima dibaitul maal terdiri
dari empat bagian, yaitu:
1. Pendapatan
yang diperoleh dari zakat dan ushr yang dikenakan terhadap kaum muslimin
2. Pendapatan
yang diperoleh dari khums dan sodaqoh
3. Pendapatan
yang diperoleh dari kharaj, fay, jizya, ushr dan sewa tetap tahunan tanah-tanah
yang diberikan.
4. Berbagai
macam pendapatan yang diterima dari semua macam sumber.
Pendapatan bagian pertama, umumnya
dibagikan dalam tingkat lokal jika kelebihan penerimaaan sudah disimpan di
baitul maal pusat dan sudah dibagikan ke delapan kelompok. Pendapatan bagian kedua dibagikan
kepada orang yang sangat membutuhkan dan fakir miskin atau untuk membiayai
kegiatan mereka dalam mencari kesejahteraan tanpa diskriminasi. Pendapatan bagian ketiga digunakan
untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan, serta menutupi pengeluaran
operasional administrasi, kebutuhan militer, dan sebagainya. Pendapatan bagian keempat
dikeluarkan untuk para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar dan dana
sosial lainnya.
h.
Pengeluaran
Bagian
pengeluaran yang paling penting dari pendapatan keseluruhan adalah dana pensiun
dan diikuti oleh dana pertahanan negara dan dana pembangunan. Secara garis
besar pengeluaran yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Umar memprioritaskan
dana pensiun untuk mereka yang tergabung dalam militer, baik muslim maupun non
muslim.
4. Masa Kekhalifahan
Usman Bin Affan
Usman Bin Affan adalah khlifh ketiga, beliau orang
yang jujur dan saleh, seorang khalifah yang sudah sangat tua tetapi lemah
lembut. Beliau adalah salah satu dari beberapa sahabat nabi yang kaya.
Kekayaannya membantu terwujudnya islam dalam beberapa peristiwa penting dalam
sejarah.
Pada enam tahun pertama kepemimipinannya, Balkh,
Kabul, Ghazni, Kerman dan Sistan ditaklukan. Untuk menata pendapatan baru,
kebijakan umar diikuti. Kemudian tidak lama setelah negara-negara itu
ditaklukan tindakan efektif mulai diterapkan seperti, aliran air digali, jalan
dibangun, pohon buah-buahan ditanam dan keamanan perdagangan diberikan dengan
cara pembentukan organisasi kepolisian tetap.
Sempat terjadi konflik antara khalifah dan Abdullah
Bin Arqam, karena sang khalifah tidak mengambil upah dari kantornya.
Sebaliknya, dia meringankan beban pemerintah dalam hal yang serius. Beliau
bahkan menyimpan uangnya dibendahara negara. Dan juga beliau menolak hadir
dalam pertemuan publik yang dihadiri khalifah.
Khalifah usman mendelegasikan kewenangan kepada
pemilik untuk menaksir kepemilikannya sendiri. Setiap menjelang bulan ramadhan
tiba beliau selalu mengingatkan, “lihat, bulan pembayaran zakat telah tiba.
Barang siapa memiliki properti dan utang, biarkan dia mengurangi dari apa yang
dia miliki, apa yang dia utang dan membayar zakat untuk properti yang masih
tersisa”.
Khalifah Usman mengganti administrasi
tingkat atas dan mengganti gubernur Mesir, Busra, Assawad dan lain-lain karena
untuk meningkatkan pengeluaran pertahanan dan kelautan, meningkatkan dana
pensiun dan pembangunan di wilayah taklukan baru.
Jika pada masa Khalifah Umar lahan luas yang
dimiliki kerajaan persia menjadi milik negara dan tidak dibagi-bagi, berbanding
terbalik dengan masa khalifah Usman yang membagi-bagikan lahannya kepada
individu-individu untuk reklamasi dan sebagiannya diproses ke baitul maal. Jika
sebelumnya Khalifah Umar menghasilkan sembilan juta dirham maka Khalifah Usman
menghasilkan lima puluh juta dirham.
Menjelang wafatnya sang khalifah, banyak
bermunculan masalah karena politik negara sangat kacau, sehingga kaum sabbait meluncurkan
kampanye melawan sang khlalifah. Beberapa sahabat nabi pun tidak simpati lagi
dengan khalifah. Duta dari beberapa provinsi menuntut adanya perubahan. Sampai
pada akhirnya sang khalifah dikepung dan dibunuh dirumahnya (Muhammad, 2002: 192:194).
5.
Masa Kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib
Setelah terbunuhnya khalifah Usman, Ali terpilih menjadi
khalifah yang menggantikan Usman. Setelah pengangkatannya, Ali memberi perintah
untuk memberhentikan pejabat yang korup yang ditunjuk Usman, membuka kembali
perkebunan yang sudah diberikan kepada orang-orang kesayangan Usman dan
mendistribusikan pendapatan sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan oleh
Umar.
Ali berkuasa selama lima tahun dan selalu mendapat perlawanan
dari kelompok yang bermusuhan dengannya, pemberontakan kaum Khariji dan
peperangan berkepanjangan dengan Muawiyah. Kehidupan Ali sangat sederhana dan
dia sangat ketat dalam menjalankan keuangan negara.
Kurang atau lebih alokasi pengeluaran masih tetap sama
sebagaimana halnya pada masa kepemimpinan Umar. Pengeluaran untuk angkatan laut
yang ditambah jumlahnya pada masa kepemimpinan Umar hampir dihilangkan
seluruhnya karena daerah sepanjang garis pantai seperti Syiria, Palestina, dan
Mesir berada di bawah kekuasaan Muawiyah. Fungsi lain dari baitul maal masih
tetap sama seperti yang dulu.
Khalifah Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan,
administrasi umum dan masalah-masalah yang berkaitan dengannya. Konsep ini
dijelaskan dalam suratnya yang terkenal yang ditujukkan kepada Malik Ashter bin
Harith. Surat tersebut mendeskripsikan tugas kewajiban dan tanggung jawab
penguasa, menyusun prioritas dalam melakukan dispensasi terhadipan keadilan,
kontrol atas pejabat tinggi dan staf, menjelaskan kebaikan dan kekurangan
jaksa, hakim dan abdi hukum, menguraikan pendapatan pegawai administrasi dan
pengadaan bendahara. Di surat tersebut juga terdapat instruksi untuk melawan
korupsi dan penindasan, mengontrol pasar dan memberantas para tukang penimbun
barang dan pasar gelap (Muhannad, 2002: 194-196).
C.
KEBIJAKAN FISKAL DALAM
EKONOMI ISLAM
1.
Peranaan Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah
komponen penting kebijakan publik. Kebijakan fiskal meliputi
kebiajkan-kebijakan pemerintah dalam penerimaan, pengeluaran dan utang. Peranan
kebijakan fiskal dalam suatu ekonomi ditentukan oleh keterlibatan pemerintah
dalam aktivitas ekonomi, yang khususnya itu kembali ditentukan oleh tujuan
sosial ekonominya, komitmen ideologi, dan hakikat sistem ekonomi.
Pada sistem sosialis
sektor publik semuanya dikuasai oleh pemerintah. Pada sistem kapitalis peranan
sistem publik relatif kecil tetapi sangat penting. Pada sistem ekonomi Islam,
hak pemilikan
swasta diakui, pemerintah bertanggung jawab menjamin kelayakan hidup warga
negaranya. Hal ini merupakan komitmen yang bukan hanya untuk mencapai
keberlangsungan (pembagian) ekonomi untuk masyarakat yang paling besar
jumlahnya, tetapi juga membantu meningkatkan spiritual dan menyebarkan pesan
dan acaran Islam seluas mungkin.
Menurut Muhammad (2002: 197), beberapa hal
penting ekonomi Islam yang berimplikasi bagi penentuan kebijakan fiskal adalah
sebagai berikut:
a.
Mengabaikan keadaan
ekonomi dalam ekonomi Islam, pemerintahan muslim harus menjamin bahwa zakat
dikumpulkan dari orang-orang Muslim yang memiliki
harta melebihi nilai minimum dang yang digunakan untuk maksud yang dikhususkan
dalam kitab suci Al-Quran.
b. Tingkat
bunga tidak berperan dalam sistem ekonomi Islam. Salah satu alat alternatifnya
adalah menetapkan pengambilan jumlah dari uang idle.
c. Ketika
semua pinjaman dalam Islam adalah bebas bunga, pengeluaran pemerintah akan
dibiayai dari pengumpulan pajak atau dari bagi hasil.
d. Ekonomi
Islam diupayakan untuk membantu atau mendukung ekonomi masyarakat Muslim yang
terbelakang dan menyebarkan pesan-pesan ajaran Islam.
e.
Negara Islam merupakan
negara yang sejahtera, dimana kesejahteraan memiliki makna yang luas daripada
konsep barat, dimana kesejahteraan memiliki aspek material dan aspek spiritual.
f.
Pada saat perang, Islam
berharap orang-orang itu memberikan tidak hanya kehidupannya, tetapi juga pada
harta bendanya untuk menjaga agama.
g.
Hak perpajakan dalam
Negara Islam tidak terbatas. Beberapa orang mengatakan bahwa kebijakan
perpajakan diluar apa yang disebut zakat,
ini adalah tidak mungkin kecuali berada dalam situasi tertentu.
2.
Tujuan Kebijakan Fiskal
Tujuan kebijakan
fiskal dalam ekonomi Islam akan berada dari penafsiran sistem ekonomi sekuler.
Namun, mereka memiliki kesamaan, yaitu sama-sama menganalisis dan membuat
kebijakan ekonomi. Tujuan dari semua aktivitas ekonomi bagi semua manusia
adalah untuk memaksimumkan kesejahteraan hidup manusia. Kebijakan publik adalah
suatu alat untuk mencapai tujuan tersebut.
Pada sistem
ekonomi sekuler konsep kesejahteraan hidup adalah dibatasi untuk mendapatkan
keuntungan maksimum bagi individu didunia ini. Didalam Islam, konsep
kesejahteraan adalah luas, meliputi kehidupan didunia dan di akhirat dan
peningkatan spiritual lebih ditekankan daripada pemilikan material.
Kebijakan fiskal
dalam ekonomi kapitalis bertujuan untuk (1) pengalokasian sumber daya secara
efisien; (2) pencapaian stabilitas ekonomi; (3) mendorong pertumbuhan ekonomi;
dan yang akhir-akhir ini muncul adalah (4) pencapaian distribusi pendapatan
yang sesuai (Muhammad,
2002: 198).
Selanjutnya
kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam juga akan bertujuan “at safe guarding and spreading the religion within the country as well
as in the world at large”. Bahkan walaupun tujuan pertumbuhan, stabilitas,
dan sebagainya tetap sah dalam ekonomi Islam, tujuan-tujuan tersebut akan
menjadi subservient untuk tujuan
menanggulangi kaum Muslim dan Islam sebagai suatu entitas politis dan Agama dan
dakwah menyebarluaskan keseluruh penujuru dunia.
Tujuan ini harus dipertimbangkan
menjadi tujuan kebnijakan publik dari kebijakan fiskal, sebab dengan adanya
kebijakan fiskal ini diharapkan dapat membantu dalam pencapaian tujuan saat ini
dan bagaimana caranya. Jika demikian berarti kita kembali pada bagian mekanisme
kebijakan fiskal.
3.
Komponen Kebijakan
Fiskal
Menurut Muhammad (2002:
198-202), kebijakan fiskal merupakan sistem kebijakan keuangan
suatu negara. Oleh karenanya, didalam sistem kebijakan fiskal ini akan dibahas
tiga komponen pokok, yaitu: penerimaan negara, pengeluaran negara dan utang
negara dalam perspektif Islam.
1.
Sumber
Penerimaan Negara
Sumber-sumber
penerimaan dalam Islam dapat diperoleh dari : pendapatan zakat, ghanimah, fa’i,
kharaj dan jizyah. Sumber-sumber inilah yang berlaku pada masa Nabi SAW.
a. Zakat
Pengeluaran/pembayaran
zakat di dalam Islam mulai efektif dilaksanakan sejak setelah hijrah dan
terbentuknya negara Islam di Madinah. Orang-orang yang beriman dianjurkan untuk
membayar sejumlah tertentu dari hartanya. Kewajiban itu berlaku bagi setiap
Muslim yang telah dewasa, merdeka, berakal sehat, dan telah memiliki harta itu
setahun penuh dalam memenuhi nisab.
Seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran, bahwa yang berhak
menerima zakat hanyalah untuk orang-orang kafir, orang-orang
yang mengurusnya, orang-orang yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
untuk orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang dalam
perjalanan.
Perlu
dicatat bahwa zakat bukanlah merupakan sumber penerimaan biasa bagi
negara-negara didunia, karena itu juga tidak dianggap sebagai sumber pembiayaan
utama.
b.
Ghanimah
Ghanimah merupakan jenis barang bergerak, yang bisa
dipindahkan, diperoleh dalam peperangan melawan musuh. Anggota pasukan akan
mendapatkan bagian sebesar empat perlima seperti yang telah diatur dalam
Al-Quran. Ghanimah merupakan sumber yang berarti bagi negara Islam waktu itu,
karena masa itu sering terjadi perang suci.
c.
Fai’
Menurut ajaran Islam, bagi orang yang tidak beriman dan
mereka takluk maka pasukan akan mendapatkan harta rampasan, yang disebut dengan
fai’. Fai’ merupakan sumber
penerimaan dari negara Islam dan sumber pembiayaan negara. Penggunaan fa’i diatur oleh Rasulullah SAW
berdasarkan Al-Quran, sebagai harta Negara dan dikeluarkan untuk memenuhi
kebutuhan pangan masyarakat umum. Alokasi dari pembagiannya tergantung pada
kebijaksanaan masing-masing kepala Negara dan lembaga musyawarah yang
dipimpinnya.
d.
Kharaj
Kharaj
atau biasa disebut dengan pajak tanah. Dalam pelaksanaannya, kharaj dibedakan
menjadi dua, yaitu proporsional dan tetap. Secara proporsional artinya
dikenakan sebagai bagian total dari hasil produksi pertanian, misalnya
seperempat, seperlima, dsb. Secara tetap artinya pajak tetap atas tanah. Dengan
kata lain, kharaj proporsional adalah tidak tetap tergantung pada hasil dan
harga setiap jenis hasil pertanian. Sedangkan kharaj tetap dikenakan pada
setahun sekali
Didalam
hukum Islam kharaj dikenakan atas seluruh tanah didaerah yang ditaklukkan dan
tidak dibagikan oleh anggota pasukan perang. Selama masa pemerintahan Islam,
kharaj menjadi sumber penerimaan utama dari negara Islam, dana itu dikuasai
oleh komunitas dan bukan kelompok-kelompok tertentu.
e.
Jizyah
Salah
satu ciri khas masyarakat muslim adalah menjaga saudaranya muslim atau
non-muslim dari rasa aman. Oleh karena itu, pada masa Rasulullah, orang-orang
kristen dan yahudi, dikecualikan dari kewajiban menjadi anggota militer di
negara Islam.
Meskipun jizyah
merupakan hal wajib, namun dalam ajaran Islam ada ketentuan, yaitu bahwa jizyah
dikenakan kepada seluruh non-muslim dewasa, laki-laki, yang mampu membayarnya.
Hasil pengumpulan dana dari jizyah, digunakan untuk membiayai kesejahteraan
umum.
Kaitan dengan lima macam bentuk penerimaan negara tersebut,
Ibn Taimiyah memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, fai’ memiliki ciri-ciri
untuk kategori khusus penduduk, manfaat fai’ bisa diperluas keseluruh penduduk
bahkan sampai generasi kemudian. Jadi, menurut pendapatnya seluruh penerimaan
kecuali ghanimah dan zakat bisa masuk kategori fa’i. Dengan demikian, fai’ mencakup harta atau barang yang berasal dari:
a. Jizyah
yang dikenakan pada orang yahudi dan nasrani
b. Upeti
yang dibayar oleh musuh
c. Hadiah
yang dipersembahkan kepada kepala negara
d. Bea
cukai atau pajak tol yang dikenakan kepada pedagang dari negeri musuh
e. Denda
berupa uang
f. Kharaj
g. Harta
benda tak bertuan
h. Harta
benda yang tak memiliki ahli waris
i.
Simpanan atau uang atau barang rampasan
yang pemilik sebenarnya tidak diketahui lagi dan karena itu tidak bisa
dikembalikan
j.
Berbagai sumber pendapatan lain.
2. Pengeluaran
Negara
Keuangan publik
diarahkan untuk mewujudkan tujuan negara Muslim. Inilah tugas pemerintahan
dalam negara Muslim untuk menggunakan keuangan tersebut dalam meningkatkan
taraf hidup masyarakat dan meningkatkan ketaqwaan masyarakat. Jadi, sebagian
besar anggaran pemerintah akan digunakan pada aktivitas-aktivitas yang
dimaksudkan untuk meningkatkan Islam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Muslim. Oleh karena itu, Ibn Taimiyah, menyarankan agar negara atau pemerintah
Islam harus dapat merealisasikan program : menghilangkan kemiskinan; regulasi
pasar; kebijakan moneter; perencanaan ekonomi. Aktivitas ini dilakukan,
sehingga siklus ekonomi dapat berjalan baik, dan kesejahteraan masyarakat
tercapai. Kemiskinan dapat menjurus kepada kekafiran.
Kepentingan pertama diarahkan pada biaya
pertahanan negara dan menjaga perdamaian negara. Kemudian kepentingan kedua
dikeluarkan untuk pokok pengeluaran lain, menurut Ibnu Taimiyah, dijelaskan
sebagai berikut:
a. Pengeluaran
untuk para Gubernur, Menteri dan Pejabat Pemerintah lain tak dapat dielakkan
oleh pemerintah manapun, harus dibiayai dari anggaran penerimaan fai’
b. Memelihara
keadilan. Negara harus mengurus hakim / qadi
c. Biaya
pendidikan warga negara, baik siswa maupun gurunya
d. Utilitas
umu, infrasutruktur dan gugus tugas ekonomi, harus ditanggung negara.
3.
Utang
Negara
Utang
negara berasal dari utang dalam negeri maupun luar negeri. Kenyataanya bahwa
didalam Islam semua pinjaman harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan
bebas bunga. Pinjaman dapat diperoleh dengan cara langsung dari publik atau
secara tidak langsung dalam bentuk pinjaman yang diperoleh dari bank sentral.
Pinjaman dari bank sentral merupakan suatu bentuk pinjaman yang dilakukan
karena menggambarkan buruknya situasi harga pada umumnya. Oleh karenanya, suatu
negara tertentu akan mendapatkan dari negara lain yang sepaham.
4.
Mekanisme
Kebijakan Fiskal
Tujuan dan fungsi yang
paling penting untuk dijadikan bahan diskusi dalam rangka mengenali
karakteristik fundamental sistem keuangan dan fiskal dalam ekonomi Islam adalah
sebagai berikut: (1) kelayakan ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang optimum; (2) keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi
pendapatan dan kesejahteraan; (3) stabilitas dalam nilai uang sehingga
memungkinkan medium of exchange dapat
dipergunakan sebagai satuan perhitungan; (4) penagihan yang efektif dari semua
jasa biasanya diharapkan dari sistem perbankan. Dari empat tujuan dan fungsi tersebut dapat dikatakan sama
dengan yang ada pada sistem kapitalis. Akan
tetapi, sesungguhnya terdapat perbedaan komitmen kedua sistem tersebut
tentang nilai spiritual, keadilan social-ekonomi, dan persaudaraan manusia (Muhammad, 2002: 203).
Berkaitan dengan tujuan
dan fungsi kelayakan ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum, maka
dalam bidang ekonomi harus ditekankan pada pentingnya kelayakan ekonomi melalui
pemenuhan semua kebutuhan dasar, pembebasan dari semua sebab utama yang
menimbulkan beban berat, dan peningkatan dalam kualitas kehidupan, secara moral
maupun secara material. Hal ini juga menekankan
pentingnya penciptaan suatu lingkungan ekonomi yang memungkinkan khalifatullah
dapat memanfaatkan dan kemampuan fisik maupun mental mereka untuk memperkaya
dirinya, keluarganya dan masyarakatnya.
Dengan demikian
pendayagunaan sumberdaya insani secara penuh dan efisien merupakan bagian tak
terpisahkan dari tujuan sistem yang Islami. Oleh karena itu, walaupun full employment dan kesejahteraan
material penting dalam konteks Islam, namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi
hanya penting selama ia memberikan kontribusi bagi full employment dan kelayakan ekonomi yang luas.
Konsepsi Islam yang berkaitan dengan
penciptaan keadilan sosio-ekonomi
dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan ditempuh dengan build in program melalui zakat, dan
sejumlah cara lain guna melaksanakan pendistribusian pendapat yang sesuai
dengan konsep persaudaraan umat manusia.
Dengan demikian, ini merupakan hal penting bahwa sistem
keuangan dan perbankan serta kebijaksanaan moneter dirancang semuanya pada
akhirnya saling terkait ke dalam nilai-nilai Islam dan memberikan sumbangan
secara positif untuk mengurangi ketidakadilan.
Stabilitas dalam nilai
uang, dalam kerangka Islam adalah ditujukan dengan sasaran memungkinkan medium of exchange dapat dipergunakan
sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam penanggungan pembayaran,
dan nilai tukar yang stabil.
Berkenaan
dengan tujuan dan fungsi penagihan yang efektif dari semua jasa biasanya
diharapkan dari sistem perbankan, dalam hal ini dapat ditempuh dalam dua cara,
yaitu: mobilisasi tabungan dan mewujudkan jasa-jasa lain. Islam dengan tegas
mencela perbuatan menahan tabungan dan sekaligus menuntut digunakannya tabungan
tersebut untuk hal-hal yang produktif.
BAB III
KESIMPULAN
·
Kebijakan fiskal pada masa Rasulullah SAW mencakup kebijakan
dalam sistem ekonomi, keuangan dan pajak, sumber pendapatan sekunder, zakat dan
ushr, serta baitul maal dengan berlandaskan Al-Quran dan Al-Hadist.
·
Setelah Rasulullah SAW wafat, pemerintahan dilanjutkan oleh
para sahabat. Kebijakan fiskal pada masa Khulafaur Rasyidin terbagi menjadi
beberapa masa. Pertama pada masa khalifah Abu Bakar Siddiq, yang kedua masa
khalifah Umar bin Khatab A-Faruqi, kemudian pada masa khalifah Usman bin Affan
dan yang terakhir kebijakan fiskal pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib. Di antara
khalifah-khalifah tersebut, mereka memiliki sistem kebijakan yang berbeda-beda.
Akan tetapi masa pemerintahan Umar bin Khatab dinilai paling baik, dimana
baitul maal, kepemilikan tanah, zakat, ushr, sadaqah untuk non muslim, koin,
klasifikasi pendapatan negara dan pengeluaran negara diatur dengan baik.
·
Kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam memiliki peranan,
tujuan, komponen serta mekanismenya. Peranan kebijakan
fiskal dalam suatu ekonomi ditentukan oleh keterlibatan pemerintah dalam
aktivitas ekonomi. Pada sistem kapitalis peranan sistem publik relatif kecil
tetapi sangat penting. Pada sistem ekonomi Islam, hak pemilikan swasta diakui, pemerintah
bertanggung jawab menjamin kelayakan hidup warga negaranya. Sedangkan tujuan
kebijakan fiscal dalam ekonomi Islam mirip dengan kebijakan fiskal dalam
ekonomi kapitalis namun tetap berbeda. Komponen kebijakan fiscal dalam ekonomi
Islam pun berbeda dengan pada ekonomi kapitalis yaitu meliputi zakat, ghanimah,
fa’I, kharaj dan jizyah.
DAFTAR RUJUKAN
Majid, N. 2003. Pemikiran Islam Abu Yusuf: Relevansinya
dengan Ekonomi Kekinian. Yogyakarta: PSEI-STIS Yogyakarta.
Muhammad. 2002. Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Ekonomi
Islam. Jakarta: Salemba Empat.
Pratikto, H. 2012. Ekonomi Syariah. Bahan Ajar. Fakultas
Ekonomi. Universitas Negeri Malang.
Referensinya sangat lengkap sekali,. untuk file word silahkan temen2 download makalah Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam di jurnalmakalah.com
BalasHapus