Selasa, 22 September 2015

KEBIJAKAN FISKAL DALAM EKONOMI ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Ekonomi neoklasik percaya bahwa kebijakan publik biasaya didasarkan pada kemampuan pemerintah dalam menarik pajak dan memacu tarif pada subsidi asing. Dalam bahasa ekonomi yang termasuk sebagai kebijakan publik salah satunya berupa kebijakan fiskal. Sehingga dalam bahasa ekonomi konvensional dipandang sebagai instrumen pemerintah yang berusaha meningkatkan aktivitas ekonomi melalui pajak dan pengeluaran pemerintah.
Lahirnya kebijakan fiskal dalam suatu negara sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Fiskal adalah salah satu bagian atau instrumen ekonomi publik. Kebijakan fiskal secara tradisional bisa disebut juga keuangan publik, merupakan suatu kebijakan yang berkaitan dengan ketentuan, pemeliharaan dan pembayaran dari sumber-sumber untuk memenuhi fungsi-fungsi pemerintah. Penghasilan dan pembiayaan otoritas publik dan administrasi keuangan.
Di dalam sejarah Islam, keuangan publik berkembang bersamaan dengan pengembangan masyarakat muslim dan pembentukan negara Islam oleh Rasulullah SAW, kemudian diteruskan oleh para sahabat (Khulafaur Rassyidin). Kendatipun, sebelumnya telah digariskan dalam AL-Qur’an, dalam hal santunan kepada orang miskin.
Dalam pemikiran Islam menurut M. Faruq An-Nabahan, pemerintah merupakan lembaga formal yang mewujudkan dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada semua rakyatnya. Pemerintah mempunyai segudang kewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, salah satunya yaitu tanggung jawab terhadap perekonomian. Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, pemerintah Islam menggunakan dua kebijakan, yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
Muhammad Nazori Majid (dalam Pratikto, 2012: 189) mengatakan bahwa kebijakan fiskal mempunyai peran penting, hal ini didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut:
a.       Peran kebijakan fiskal relatif dibatasi, dua hal yang mendasarinya adalah: pertama tingkat bunga yang tidak mempunyai peran sama sekali dalam ekonomi Islam, dan yang kedua Islam tidak membolehkan perjudian yang mengandung spekulasi.
b.      Pemerintah Islam harus lebih keras dan tegas dalam menjamin bahwa pungutan atas zakat dapat dikumpulkan dari setiap muslim yang mempunyai kelebihan harta yang telah mencapai nishab.
Tujuan dari kebijakan fiskal dalam Islam adalah untuk menciptakan stabilitas ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan pendapatan, ditambah dengan tujuan lain yang terkandung dalam aturan Islam yaitu Islam menetapkan pada tempat yang tinggi akan terwujudnya persamaan dan demokrasi. Masih menurut Muhammad Nazori Majid (dalam Pratikto, 2012: 189-190), untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi ada beberapa instrumen yang digunakan, yaitu:
1.      Penggunaan kebijakan fiskal dalam menciptakan kesempatan kerja.
2.      Penggunaan kebijakan fiskal dalam menekan laju inflasi.
3.      Penggunaan kebijakan fiskal dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan penjelasan di atas, makalah ini akan membahas tentang kebijakan fiskal dalam prespektif ekonomi Islam secara lebih detail lagi.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah kebijakan fiskal pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW?
2.      Bagaimanakah kebijakan fiskal pada masa Khulafaur Rasyidin?
3.      Bagaimanakah kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam?
Teknis penulisan makalah ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Negeri Malang (UM, 2010).



BAB II
PEMBAHASAN

A.    KEBIJAKAN FISKAL PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW
            Munculnya Islam membuka jaman baru dalam sejarah kehidupan manusia. Kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah suatu peristiwa yang tiada bandingnya. Selama tiga belas tahun di Mekkah, beliau hijrah ke Madinah (yathrib). Pada saat itu kondisi madina masih kacau, masih banyak suku, belum ada pemimpin atau raja yang berdaulat. Diantara suku-suku yang ada di Madinah yang paling mendominasi adalah suku yahudi yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubbay. Ia sangat berambisi menjadi raja di Madinah, dengan suku yang terkuat dan kaya tetapi sayangnya ekonominya masih lemah dan hanya berasal dari pertanian. Belum ada hukum dan aturan, maka sistem pajak dan fiskal belum berlaku.
            Setelah nabi Muhammad di Madinah, maka Madinah mengalami perkembangan yang sangat cepat. Rasulullah telah memimpin seluruh pusat pemerintahan Madinah, menerapkan prinsip-prinsip dalam pemerintahan, membangun institusi-institusi, mengarahkan urusan luar negeri, dan pada akhirnya melepaskan jabatannya secara penuh. Sebagai kepala negara yang beru terbentuk, ada beberapa hal yang mendapat perhatian beliau, seperti: membangun masjid utama sebagai tempat berkumpul bagi para pengikutnya, merahabiitasi muhajirin mekkah di madina, menciptakan kedamaian dalam negara, mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya, membuat konstitusi negara, menyusun sistem pertahanan Madinah, meletakan dasar-dasar sistem keuangan negara.
1.      Sistem Ekonomi
Setelah menyelesaikan masalah politik dan urusan konstitusional, Rasulullah kemudian merubah sistem ekonomi dan keuangan negara dengan ketentuan AL-Qur’an. Dalam Muhammad (2002: 181), berikut adalah kebijikan dan ketentuan ekonomi pada masa Rasulullah:
1.      Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah SWT dan Allah SWT adalah pemilik yang absolut atas semua yang ada.
2.      Manusia merupakan pemimpin allah di bumi, tetapi bukan pemilik yang sebenarnya.
3.      Semua yang dimiliki oleh manusia karena atas seizin Allah SWT, oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memliki hak atas sebagian kekayaan saudara-saudaranya yang lebih beruntung.
4.      Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus dan ditimbun.
5.      Kekayaan harus diputar
6.      Eksploitasi dalam ekonomi segala bentuknya harus dihilangkan.
7.      Menghilangkan jurang perbedaan antar individu dalam perekonomian dapat menghapuskan konflik antar golongan dengan cara membagikan kepemilikan seseorang setelah kematiannya kepada para ahli warisnya.
8.      Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu termasuk bagi anggota masyarakat yang miskin.

2.      Keuangan dan Pajak
            Pada masa-masa awal pemerintahan, pendapatan dan pengeluaran hampir tidak ada. Rasulullah SAW sendiri adalah seorang kepala negara, pemimpin dibidang hukum, pemimpin dan penanggung jawab dari keseluruhan administrasi, beliau pun tidak mendapatkan gaji sedikitpun dari negara atau masyarakat.
            Pada jaman Rasulullah tidak ada pekerjaan yang tidak mendapatkan upah, tidak ada juga tentara yang formal. Mereka tidak mendapatkan gaji tetap, tetapi mereka diperbolehkan mendapatkan bagian dari rampasan perang, seperti senjata, kuda, unta dan lain sebagainya.
            Situasi berubah setelah turunya surat al-Anfal (rampasan perang), yang berisikan “seperlima bagian untuk Allah dan Rasul-Nya (yaitu untuk negara yang digunakan untuk kesejahteraan umum) dan untuk kerabat Rasul, anak yatim, orang yang membutuhkan dan orang yang sedang dalam perjalanan. Pada tahun kedua setelah hijrah, sodaqoh fitrah diwajibkan dan dilaksanakan setiap bulan ramadahan. Zakat  atau sodaqoh wajib mulai diwajibkan pembayarannya pada tahun kesembilan setelah hijrah.
            Waqaf islam pertama ialah pada saat suatu suku yang tingggal di Madinah bernama Banu nadir, mereka melangar janji bahkan berusaha membunuh Rasulullah. Yang pada akhirnya Rasulullah mengepung suku tersebut dengan tentara islam, akhirnya mereka menyerah dan meninggalkan kota. Semua yang ditinggalkan Banu nadir menjadi milik Rasulullah, karena mereka mendapatkannya tanpa berperang. Rasulullah membagikan tanah-tanahnya kepada Muhajirin dan kaum anshar. Mukhairik, seorang rabbi Banu nadir, yang masuk islam memberikan Rasulullah tujuh kebunnya yang kemudian oleh rasulullah dijadikannya tanah sodaqoh.
            Khaibar dikuasai pada tahun ketujuh hijrah. Setelah pertempuran selama sebulan, mereka menyerah dengan syarat dan berjanji meninggalkan tanahnya. Syarat yang diajukan diterima. Mereka mengatakan pada Rasulullah “kami memiliki pengalaman khusus dalam bertani dan berkebun kurma”, dan meminta izin untuk tetap tinggal disana.
            Jizyah adalah pajak yag dibayarjan oleh orang non-muslim khususnya ahli kitab, untuk jaminan perlindungan jiwa, harta atau kekayaan, ibadah, bebas dari nilai-nilai dan tidak wajib militer. Pada jaman Rasulullah besarnya jizyah adalah satu dinar per tahun untuk orang dewasa yng mampu membayarnya.
            Kharaj atau pajak tanah dipungut dari non-muslim ketika Khaibar ditaklukan. Tanahnya diambil alih oleh orang muslim dan pemilik lamanya menawarkan untuk mengelola tanah tersebut sebagai pengganti sewa tanah dan bersedia memberikan sebagian hasilnya pada negara. Kharaj ini menjadi sumber pendapatan yang penting.
Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, yang dibayar hanya setahun sekali dan hanya berlaku pada barang yang bernilai lebih dari dua ratus dirham (Muhammad, 2002: 181-183).
3.      Sumber Pendapatan Sekunder
Menurut Muhammad (2002: 184), disamping sumber-sumber pendapatan primer yang digunakan sebagai penerimaan fiskal pemerintahan pada masa Rasulullah SAW, terdapat pendapatan sekuder yaitu;
1.      Uang tebusan untuk tawanan perang
2.      Pinjaman-pinjaman untuk pembebasan kaum muslim dari judhayma atau sebelum pertempuran hawazin 30.000 dirhamdari Abdullah bin Rabiadab meminjam beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sufwan bin Umaiyah
3.      Khumus atau rikaz harta karun temuan sebelum periode islam
4.      Amwal fadhla (berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa waris)
5.      Wakaf, harta benda yang didesikasikan kepada umat islam yang disebabkan karena Allah dan pendapatannya akan didepositokan di Baitul Maal
6.      Nawaib yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutup pengeluaran selama masa darurat
7.      Zakat fitrah
8.      Bentuk lain sodaqoh seperti qurban dan kaffarat

4.      Zakat dqan Ushr
Seperti yang dijelaskan dalam Muhaamad (2002: 184), Zakat dan Ushr merupakan pendapatan yang paling utama bagi negara pada masa Rasulullah hidup, dan merupakan kewajiban agama yang termasuk salah satu pilar islam. Zakat dikenakan pada hal-hal berikut:
1.      Benda logam yang terbuat dari emas
2.      Benda logam yang terbuat dari perak
3.      Binatang ternak
4.      Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan
5.      Hasil pertanian termasuk buah-buahan
6.      Luqta, harta benda yang ditinggalkan musuh
7.      Barang temuan
Beberapa alasan kenapa pada masa Rasulullah tidak ada catatan penerimaan, yaitu:
1.      Jumlah orang islam yang bisa membaca, menghitung dan menulis masih sangat sedikit
2.      Sebagian besar buktu pembayaran dibuat dengan sangat sederhana
3.      Bukti-bukti penerimaan berbeda-beda
4.      Pada kebanyakan kasus, ghanimah digunakan dan didistribusikan setelah terjadi peperangan tertentu (Muhammad, 2002: 184).
Catatan mengenai pengeluaran secara rinci pada masa hidup Rasulullah juga tidak tersedia, tetapi tidak bisa juga disimpulkan bahwa sistem keuangan yang ada tidak dijalankan sebagaimana mestinya atau membingungkan.
5.      Baitul Maal
           Lima belas abad yang lalu belum ada konsep yang jelas mengenai cara mengurus keuangan dan kekayaan negara dibelahan dunia manapun. Pemerintah dipercaya sebagai satu-satunya badan yang mengurus kekayaaan negara dan keuangan.
           Rasulullah adalah kepala negara pertama yang memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan negara di abad ketujuh, yaitu semua hasil pengumpulan negara disimpan terlebih dahulu dan dikeluarkan sesuai kebutuuhan negara. Semasa Rasulullah masih hidup, Masjid Nabawi digunakan sebagi kantor pusat negara sekaligus menjadi tempat tinggalnya dan baitul maal. Tetapi hewan-hewan tidak disimpan di baitul maal, tetapi di padang terbuka.
           Pemasukan yang sangat sedikit yang diterima negara disimpan dalam masjid dalam jangka waktu yang pendek yang kemudian diberikan kepada masyarakat tanpa. Didalam buku-buku sejarah dan budaya terdapat empat puluh nama sahabat yang istilah pada masa modern disebut pegawai skretariat Rasulullah, namun tidak disebutkan adanya bendahara negara. Hal ini biasanya terjadi dalam lingkungan pengawasan yang ketat. Selanjutnya pada awal periode kepemimipinan khulafaur Rasyidin memegang peranan yang aktif dalam bidang keuangan dan administrasi (Muhammad, 2002: 185-186).

B.     KEBIJAKAN FISKAL PADA MASA PEMERINTAHAN KHULAFAUR RASYIDIN
Setelah Rasulullah wafat, seluruh tampuh kepemimpinan pemerintahan, negara dan keagamaan diserahkan keapda empat sahabat pilihan yang disebut khulafaur rasyidin yaitu; Khalifah Abu Bakar Siddiq, Umar Bin Khatab, Usman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib.
1. Masa Kekhalifahan Abu Bakar Siddiq
            Sepeninggal Rasulullah SAW, Abu Bakar Siddiq adalah sahabat pertama yang menggantikan beliau. Sebelum menjadi khalifah, Abu Bakar Siddiq tinggal di kota Sikh, yang terletak dipinggiran kota madina tempat dibangunnya baitul maal. Abu Ubaidah dtunjuk sebagai penasihat baitul maal. Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga beliau diurus oleh kekayaan dari baitul maal.
            Sekitar dua puluh tujuh bulan masa pemerintahannya, beliau telah banyak menangani masalah murtad, cukai, dan orang-orang yang menolak membayar zakat. Beliau sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat. Saat mendekati wafatnya, beliau menemukan banyak kesulitan dalam mengumpulkan pendapatan negara. Beliau memerintahkan untuk menjual sebagian besar tanah tanah yang dimiliknya dan seluruh hasil penjualannya diberikan pada negara (Muhammad, 2002: 186-187).
2. Masa Kekhalifahan Umar Bin Khatab Al-Faruqi
            Selanjutnya setelah khalifah Abu Bakar Siddiq meninggal, digantikan oleh sahabatnya yaitu Umar Bin Khatab. Masuknya beliau dalam kekhalifahan adalah nilai yang tinggi bagi Islam. Beliau adalah figur yang memiliki moral yang kuat, adil, memiliki energi yang besar dan karakter yang kuat. Beliau adalah figur utama dalam penyebaran islam. Tanpa jasanya islam tidak akan tersebar luas seperti  saat ini. Selama kekhalifahannya, negara-negara seperti Syiria, Palestina, Mesir, Iraq dan Persia ditaklukan, dan dijuluki saint paul of islam oleh negara-negara barat.
            Dalam Muhammad (2002, 188-192) dijelaskan bahwa terdapat beberapa hal penting yang perlu dicatat terkait masalah kebijakan fiskal pada masa pemerintahan beliau antara lain; baitul maal, kepemilikan tanah, zakat, ushr, sodaqoh untuk non muslim, koin, klasifikasi pendapatan negara dan pengeluaran.
a.      Baitul Maal
Kontribusi beliau yang paling besar dalam masa pemerintahannya adalah dibentuknya perangkat administrasi yang baik. Dibangunnya baitul maal reguler dan permanen di ibu kota untuk menyimpan dana yang dibawa oleh Abu Haraira, Amir Bahrain pada tahun 16 H sebesar 500.000 dinar kharaj. Yang digunakan untuk membiayai angkatan perang dan kebutuhan lain untuk ummah. Abdullah Bin Irqam ditunjuk sebagai pengurus baitul maal bersama Abdurrahman Bin Ubaid Al-Qari serta  Muayqab sebagai asistennya.
Baitul maal dianggap sebagai “harta kaum muslim” untuk menyediakan tunjangan yng berkesinambungan untuk janda, anak yatim, anak terlantar, membiayai penguburan orang miskin, membayar utang-utang orang bangkrut, membayar uang diyat untuk kasus-kasus tertentu.
Bersamaan reorganisasi baitul maal, beliau mendirikan Diwan Islam pertama, yang disebut al-Divan. Yaitu sebuah kantor yang digunakan untuk membayar tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiun serta tunjangan-tunjangan lainnya dalam basis yang reguler dan tepat.
Untuk mensensus penduduknya beliau menunjuk sebuah komite yang terdiri dari nassab ternama. Dan terdapat tingkatan kepentingannya yaitu;  1. Orang-orang yang dekat hubungannya dengan Rasulullah, 2. Mereka yang ikut serta dalam perang badar dan uhud, 3. Imigran ke Abyssinia dan Madinah, 4. Mereka yang bertarung dalam Qadisiyya atau hadir dalam sumpah Huddaybiyya.
b.      Kepemilikan Tanah
Pada masa Rasulullah, kharaj dan tanah dibayar sangat terbatas dan tidak dibutuhkan perangkat administrasi yang terelaborasi. Sepanjang pemerintahan Umar, banyak daerah yang ditaklukan dengan perjanjian damai. Penaklukan ini banyak menimbulkan masalah baru, terutama yang berhubungan dengan kebijakan negara tentang kepemilikan tanah yang ditaklukan. Setelah melakukan debat panjang, akhirnya dengan dukungan dari teman umar memutuskan untuk memperlakukan tanah-tanah tersebut sebagai fay.
Daerah penumpukan kharaj mencakup bagian yang cukup besar dari kerajaan Roma dan Sassanid, karena itu sistem yang terelaborasi sangat dibutuhkan untuk mendata penghasilan yang diperoleh dari tanah-tanah tersebut. Usman Ibn Hunaif Al-Ansari mensurvei batas-batas tanah di Sawad, yang hasilnya seluas 36 juta jarib. Kemudian, Umar menerapkan beberapa peraturan berikut ini:
1.      Wilayah Irak yang ditaklukan dengan kekuatan, menjadi milik muslim dan kepemilikan tidak bisa diganggu gugat, sedangkan yang berada dibawah perjanjian damai tetap dimiliki oleh pemilik lama dan dapat dialihkan.
2.      Kharaj dibebankan pada semua tanah yang berada dibawah kategori pertama, meskipun pemilik tersebut masuk islam.
3.      Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan, sepanjang mereka membayar kharaj dan jizya.
4.      Sisah tanah yang tidak ditempati atau tanah yang diklaim kembali bila ditanami oleh kaum muslim diperlakukan sebagai tanah ushr
5.      Di Sawad, kharaj dibebankan sebesar satu dirham dan satu rafiz gandum dan barley, dengan anggapan tanah tersebut dilalui air.
6.      Di Mesir, menurut sebuah perjanjian Amar, dbebankan dua dinar, bahkan hingga tiga irdabb gandum, dua qist untuk setiap minyak, cuka, dan madu, rancangan ini disetujui oleh Khalifah.
7.      Perjanjian Damaskus menetapkan pembayaran tunai, pembagian tanah dengan kaum muslim.
c.       Zakat
Pada masa Umar, gubernur Taif melaporkan bahwa pemilik sarang-sarang tawon tidak membayar ushr tetapi menginginkan sarang-sarang tawon mereka aman. Beliau mengatakan bahwa jika mereka membayar ushr maka sarang tawon mereka aman, maka sebaliknya jika mereka tidak membayar ushr sarang tawon mereka tidak aman. Menurut laporan Abu Ubayd, Umar membedakan madu yang diperboleh dari daerah pegunungan dan lading, zakat yang ditetapkanpun berbeda seperduapuluh untuk madu pegunungan dan sepersepuluh untuk madu ladang.

d.      Ushr
Sebelum Islam, setiap suku atau kelompok yang tinggal dipedesaan biasa membayar pajak (ushr) pembelian dan penjualan (Maqs). Setelah negara Islam berdiri di Arabia, “Nabi mengambil inisiatif untuk mendorong usaha perdagangan dengan menghapuskan bea masuk antar provinsi yang masuk dalam daerah kekuasaan dan masuk dalam perjanjian yang ditangani oleh beliau bersama dengan suku-suku yang tunduk kepada kekuasaannya. Jadi pembebanan sepersepuluh hasil pertanian kepada pedagang Manbij, dikatakan sebagai yang pertama dalam masa Umar.
e.       Sadaqah Untuk Non Muslim
Sadaqah yang harus dibayarkan oleh kaum non muslim (orang kristen Banu Taghlib) pada masa pemerintahan Umar yaitu digandakan, dengan syarat tidak membaptis seorang anak atau memaksakan untuk menganut kepercayaan mereka.
f.       Koin
Pada masa Rasulullah dan sepanjang masa Khulafaur Rasyidin mata uang asing dengan berbagai bobot sudah dikenal di Arabia, seperti dinar, sebuah koin emas dan dirham sebuah koin perak. Bobot dinar adalah sama dengan satu mistqal atau sama dengan dua puluh qirat atau seratus grain barley. Bobot dirham tidak seragam. Untuk menghindari kebingungan, Umar menetapkan bahwa dirham perak seberat empat belas qirat atau tujuh puluh grain barley. Dus, rasio antara satu dirham dan satu mistqal adalah tujuh persepuluh.
g.      Klasifikasi Pendapatan Negara
Pendapatan pada masa Umar meningkat tajam dan baitul maal didirikan secara permanen dipusat kota dari ibu kota provinsi. Pendapatan yang diterima dibaitul maal terdiri dari empat bagian, yaitu:
1.      Pendapatan yang diperoleh dari zakat dan ushr yang dikenakan terhadap kaum muslimin
2.      Pendapatan yang diperoleh dari khums dan sodaqoh
3.      Pendapatan yang diperoleh dari kharaj, fay, jizya, ushr dan sewa tetap tahunan tanah-tanah yang diberikan.
4.      Berbagai macam pendapatan yang diterima dari semua macam sumber.
Pendapatan bagian pertama, umumnya dibagikan dalam tingkat lokal jika kelebihan penerimaaan sudah disimpan di baitul maal pusat dan sudah dibagikan ke delapan kelompok. Pendapatan bagian kedua dibagikan kepada orang yang sangat membutuhkan dan fakir miskin atau untuk membiayai kegiatan mereka dalam mencari kesejahteraan tanpa diskriminasi. Pendapatan bagian ketiga digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan, serta menutupi pengeluaran operasional administrasi, kebutuhan militer, dan sebagainya. Pendapatan bagian keempat dikeluarkan untuk para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar dan dana sosial lainnya.
h.      Pengeluaran
Bagian pengeluaran yang paling penting dari pendapatan keseluruhan adalah dana pensiun dan diikuti oleh dana pertahanan negara dan dana pembangunan. Secara garis besar pengeluaran yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Umar memprioritaskan dana pensiun untuk mereka yang tergabung dalam militer, baik muslim maupun non muslim.
4.    Masa Kekhalifahan Usman Bin Affan
Usman Bin Affan adalah khlifh ketiga, beliau orang yang jujur dan saleh, seorang khalifah yang sudah sangat tua tetapi lemah lembut. Beliau adalah salah satu dari beberapa sahabat nabi yang kaya. Kekayaannya membantu terwujudnya islam dalam beberapa peristiwa penting dalam sejarah.
Pada enam tahun pertama kepemimipinannya, Balkh, Kabul, Ghazni, Kerman dan Sistan ditaklukan. Untuk menata pendapatan baru, kebijakan umar diikuti. Kemudian tidak lama setelah negara-negara itu ditaklukan tindakan efektif mulai diterapkan seperti, aliran air digali, jalan dibangun, pohon buah-buahan ditanam dan keamanan perdagangan diberikan dengan cara pembentukan organisasi kepolisian tetap.
Sempat terjadi konflik antara khalifah dan Abdullah Bin Arqam, karena sang khalifah tidak mengambil upah dari kantornya. Sebaliknya, dia meringankan beban pemerintah dalam hal yang serius. Beliau bahkan menyimpan uangnya dibendahara negara. Dan juga beliau menolak hadir dalam pertemuan publik yang dihadiri khalifah.
Khalifah usman mendelegasikan kewenangan kepada pemilik untuk menaksir kepemilikannya sendiri. Setiap menjelang bulan ramadhan tiba beliau selalu mengingatkan, “lihat, bulan pembayaran zakat telah tiba. Barang siapa memiliki properti dan utang, biarkan dia mengurangi dari apa yang dia miliki, apa yang dia utang dan membayar zakat untuk properti yang masih tersisa”.
Khalifah Usman mengganti administrasi tingkat atas dan mengganti gubernur Mesir, Busra, Assawad dan lain-lain karena untuk meningkatkan pengeluaran pertahanan dan kelautan, meningkatkan dana pensiun dan pembangunan di wilayah taklukan baru.
Jika pada masa Khalifah Umar lahan luas yang dimiliki kerajaan persia menjadi milik negara dan tidak dibagi-bagi, berbanding terbalik dengan masa khalifah Usman yang membagi-bagikan lahannya kepada individu-individu untuk reklamasi dan sebagiannya diproses ke baitul maal. Jika sebelumnya Khalifah Umar menghasilkan sembilan juta dirham maka Khalifah Usman menghasilkan lima puluh juta dirham.
Menjelang wafatnya sang khalifah, banyak bermunculan masalah karena politik negara sangat kacau, sehingga kaum sabbait meluncurkan kampanye melawan sang khlalifah. Beberapa sahabat nabi pun tidak simpati lagi dengan khalifah. Duta dari beberapa provinsi menuntut adanya perubahan. Sampai pada akhirnya sang khalifah dikepung dan dibunuh dirumahnya (Muhammad, 2002: 192:194).
5.    Masa Kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib
Setelah terbunuhnya khalifah Usman, Ali terpilih menjadi khalifah yang menggantikan Usman. Setelah pengangkatannya, Ali memberi perintah untuk memberhentikan pejabat yang korup yang ditunjuk Usman, membuka kembali perkebunan yang sudah diberikan kepada orang-orang kesayangan Usman dan mendistribusikan pendapatan sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan oleh Umar.
Ali berkuasa selama lima tahun dan selalu mendapat perlawanan dari kelompok yang bermusuhan dengannya, pemberontakan kaum Khariji dan peperangan berkepanjangan dengan Muawiyah. Kehidupan Ali sangat sederhana dan dia sangat ketat dalam menjalankan keuangan negara.
Kurang atau lebih alokasi pengeluaran masih tetap sama sebagaimana halnya pada masa kepemimpinan Umar. Pengeluaran untuk angkatan laut yang ditambah jumlahnya pada masa kepemimpinan Umar hampir dihilangkan seluruhnya karena daerah sepanjang garis pantai seperti Syiria, Palestina, dan Mesir berada di bawah kekuasaan Muawiyah. Fungsi lain dari baitul maal masih tetap sama seperti yang dulu.
Khalifah Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan, administrasi umum dan masalah-masalah yang berkaitan dengannya. Konsep ini dijelaskan dalam suratnya yang terkenal yang ditujukkan kepada Malik Ashter bin Harith. Surat tersebut mendeskripsikan tugas kewajiban dan tanggung jawab penguasa, menyusun prioritas dalam melakukan dispensasi terhadipan keadilan, kontrol atas pejabat tinggi dan staf, menjelaskan kebaikan dan kekurangan jaksa, hakim dan abdi hukum, menguraikan pendapatan pegawai administrasi dan pengadaan bendahara. Di surat tersebut juga terdapat instruksi untuk melawan korupsi dan penindasan, mengontrol pasar dan memberantas para tukang penimbun barang dan pasar gelap (Muhannad, 2002: 194-196).

C. KEBIJAKAN FISKAL DALAM EKONOMI ISLAM
1. Peranaan Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah komponen penting kebijakan publik. Kebijakan fiskal meliputi kebiajkan-kebijakan pemerintah dalam  penerimaan, pengeluaran dan utang. Peranan kebijakan fiskal dalam suatu ekonomi ditentukan oleh keterlibatan pemerintah dalam aktivitas ekonomi, yang khususnya itu kembali ditentukan oleh tujuan sosial ekonominya, komitmen ideologi, dan hakikat sistem ekonomi.
Pada sistem sosialis sektor publik semuanya dikuasai oleh pemerintah. Pada sistem kapitalis peranan sistem publik relatif kecil tetapi sangat penting. Pada sistem ekonomi Islam, hak pemilikan swasta diakui, pemerintah bertanggung jawab menjamin kelayakan hidup warga negaranya. Hal ini merupakan komitmen yang bukan hanya untuk mencapai keberlangsungan (pembagian) ekonomi untuk masyarakat yang paling besar jumlahnya, tetapi juga membantu meningkatkan spiritual dan menyebarkan pesan dan acaran Islam seluas mungkin.
Menurut Muhammad (2002: 197), beberapa hal penting ekonomi Islam yang berimplikasi bagi penentuan kebijakan fiskal adalah sebagai berikut:
a.       Mengabaikan keadaan ekonomi dalam ekonomi Islam, pemerintahan muslim harus menjamin bahwa zakat dikumpulkan dari orang-orang Muslim yang memiliki harta melebihi nilai minimum dang yang digunakan untuk maksud yang dikhususkan dalam kitab suci Al-Quran.
b.      Tingkat bunga tidak berperan dalam sistem ekonomi Islam. Salah satu alat alternatifnya adalah menetapkan pengambilan jumlah dari uang idle.
c.       Ketika semua pinjaman dalam Islam adalah bebas bunga, pengeluaran pemerintah akan dibiayai dari pengumpulan pajak atau dari bagi hasil.
d.      Ekonomi Islam diupayakan untuk membantu atau mendukung ekonomi masyarakat Muslim yang terbelakang dan menyebarkan pesan-pesan ajaran Islam.
e.       Negara Islam merupakan negara yang sejahtera, dimana kesejahteraan memiliki makna yang luas daripada konsep barat, dimana kesejahteraan memiliki aspek material dan aspek spiritual.
f.       Pada saat perang, Islam berharap orang-orang itu memberikan tidak hanya kehidupannya, tetapi juga pada harta bendanya untuk menjaga agama.
g.      Hak perpajakan dalam Negara Islam tidak terbatas. Beberapa orang mengatakan bahwa kebijakan perpajakan diluar apa yang disebut zakat, ini adalah tidak mungkin kecuali berada dalam situasi tertentu.

2. Tujuan Kebijakan Fiskal
Tujuan kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam akan berada dari penafsiran sistem ekonomi sekuler. Namun, mereka memiliki kesamaan, yaitu sama-sama menganalisis dan membuat kebijakan ekonomi. Tujuan dari semua aktivitas ekonomi bagi semua manusia adalah untuk memaksimumkan kesejahteraan hidup manusia. Kebijakan publik adalah suatu alat untuk mencapai tujuan tersebut.
Pada sistem ekonomi sekuler konsep kesejahteraan hidup adalah dibatasi untuk mendapatkan keuntungan maksimum bagi individu didunia ini. Didalam Islam, konsep kesejahteraan adalah luas, meliputi kehidupan didunia dan di akhirat dan peningkatan spiritual lebih ditekankan daripada pemilikan material.
Kebijakan fiskal dalam ekonomi kapitalis bertujuan untuk (1) pengalokasian sumber daya secara efisien; (2) pencapaian stabilitas ekonomi; (3) mendorong pertumbuhan ekonomi; dan yang akhir-akhir ini muncul adalah (4) pencapaian distribusi pendapatan yang sesuai (Muhammad, 2002: 198).
Selanjutnya kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam juga akan bertujuan “at safe guarding and spreading the religion within the country as well as in the world at large”. Bahkan walaupun tujuan pertumbuhan, stabilitas, dan sebagainya tetap sah dalam ekonomi Islam, tujuan-tujuan tersebut akan menjadi subservient untuk tujuan menanggulangi kaum Muslim dan Islam sebagai suatu entitas politis dan Agama dan dakwah menyebarluaskan keseluruh penujuru dunia.
Tujuan ini harus dipertimbangkan menjadi tujuan kebnijakan publik dari kebijakan fiskal, sebab dengan adanya kebijakan fiskal ini diharapkan dapat membantu dalam pencapaian tujuan saat ini dan bagaimana caranya. Jika demikian berarti kita kembali pada bagian mekanisme kebijakan fiskal.
3. Komponen Kebijakan Fiskal
Menurut Muhammad (2002: 198-202), kebijakan fiskal merupakan sistem kebijakan keuangan suatu negara. Oleh karenanya, didalam sistem kebijakan fiskal ini akan dibahas tiga komponen pokok, yaitu: penerimaan negara, pengeluaran negara dan utang negara dalam perspektif Islam.
1.      Sumber Penerimaan Negara
Sumber-sumber penerimaan dalam Islam dapat diperoleh dari : pendapatan zakat, ghanimah, fa’i, kharaj dan jizyah. Sumber-sumber inilah yang berlaku pada masa Nabi SAW.
a.      Zakat                                                  
Pengeluaran/pembayaran zakat di dalam Islam mulai efektif dilaksanakan sejak setelah hijrah dan terbentuknya negara Islam di Madinah. Orang-orang yang beriman dianjurkan untuk membayar sejumlah tertentu dari hartanya. Kewajiban itu berlaku bagi setiap Muslim yang telah dewasa, merdeka, berakal sehat, dan telah memiliki harta itu setahun penuh dalam memenuhi nisab.
Seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran, bahwa yang berhak menerima zakat hanyalah untuk orang-orang kafir, orang-orang yang mengurusnya, orang-orang yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, untuk orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang dalam perjalanan.
Perlu dicatat bahwa zakat bukanlah merupakan sumber penerimaan biasa bagi negara-negara didunia, karena itu juga tidak dianggap sebagai sumber pembiayaan utama.
b.      Ghanimah
Ghanimah merupakan jenis barang bergerak, yang bisa dipindahkan, diperoleh dalam peperangan melawan musuh. Anggota pasukan akan mendapatkan bagian sebesar empat perlima seperti yang telah diatur dalam Al-Quran. Ghanimah merupakan sumber yang berarti bagi negara Islam waktu itu, karena masa itu sering terjadi perang suci.
c.       Fai’
Menurut ajaran Islam, bagi orang yang tidak beriman dan mereka takluk maka pasukan akan mendapatkan harta rampasan, yang disebut dengan fai’. Fai’ merupakan sumber penerimaan dari negara Islam dan sumber pembiayaan negara. Penggunaan fa’i diatur oleh Rasulullah SAW berdasarkan Al-Quran, sebagai harta Negara dan dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat umum. Alokasi dari pembagiannya tergantung pada kebijaksanaan masing-masing kepala Negara dan lembaga musyawarah yang dipimpinnya.
d.      Kharaj
Kharaj atau biasa disebut dengan pajak tanah. Dalam pelaksanaannya, kharaj dibedakan menjadi dua, yaitu proporsional dan tetap. Secara proporsional artinya dikenakan sebagai bagian total dari hasil produksi pertanian, misalnya seperempat, seperlima, dsb. Secara tetap artinya pajak tetap atas tanah. Dengan kata lain, kharaj proporsional adalah tidak tetap tergantung pada hasil dan harga setiap jenis hasil pertanian. Sedangkan kharaj tetap dikenakan pada setahun sekali
Didalam hukum Islam kharaj dikenakan atas seluruh tanah didaerah yang ditaklukkan dan tidak dibagikan oleh anggota pasukan perang. Selama masa pemerintahan Islam, kharaj menjadi sumber penerimaan utama dari negara Islam, dana itu dikuasai oleh komunitas dan bukan kelompok-kelompok tertentu.
e.       Jizyah
Salah satu ciri khas masyarakat muslim adalah menjaga saudaranya muslim atau non-muslim dari rasa aman. Oleh karena itu, pada masa Rasulullah, orang-orang kristen dan yahudi, dikecualikan dari kewajiban menjadi anggota militer di negara Islam.
Meskipun jizyah merupakan hal wajib, namun dalam ajaran Islam ada ketentuan, yaitu bahwa jizyah dikenakan kepada seluruh non-muslim dewasa, laki-laki, yang mampu membayarnya. Hasil pengumpulan dana dari jizyah, digunakan untuk membiayai kesejahteraan umum.

Kaitan dengan lima macam bentuk penerimaan negara tersebut, Ibn Taimiyah memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, fai’ memiliki ciri-ciri untuk kategori khusus penduduk, manfaat fai’ bisa diperluas keseluruh penduduk bahkan sampai generasi kemudian. Jadi, menurut pendapatnya seluruh penerimaan kecuali ghanimah dan zakat bisa masuk kategori fa’i. Dengan demikian, fai’ mencakup harta atau barang yang berasal dari:
a.       Jizyah yang dikenakan pada orang yahudi dan nasrani
b.      Upeti yang dibayar oleh musuh
c.       Hadiah yang dipersembahkan kepada kepala negara
d.      Bea cukai atau pajak tol yang dikenakan kepada pedagang dari negeri musuh
e.       Denda berupa uang
f.       Kharaj
g.      Harta benda tak bertuan
h.      Harta benda yang tak memiliki ahli waris
i.        Simpanan atau uang atau barang rampasan yang pemilik sebenarnya tidak diketahui lagi dan karena itu tidak bisa dikembalikan
j.        Berbagai sumber pendapatan lain.
2. Pengeluaran Negara
Keuangan publik diarahkan untuk mewujudkan tujuan negara Muslim. Inilah tugas pemerintahan dalam negara Muslim untuk menggunakan keuangan tersebut dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dan meningkatkan ketaqwaan masyarakat. Jadi, sebagian besar anggaran pemerintah akan digunakan pada aktivitas-aktivitas yang dimaksudkan untuk meningkatkan Islam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Muslim. Oleh karena itu, Ibn Taimiyah, menyarankan agar negara atau pemerintah Islam harus dapat merealisasikan program : menghilangkan kemiskinan; regulasi pasar; kebijakan moneter; perencanaan ekonomi. Aktivitas ini dilakukan, sehingga siklus ekonomi dapat berjalan baik, dan kesejahteraan masyarakat tercapai. Kemiskinan dapat menjurus kepada kekafiran.
Kepentingan pertama diarahkan pada biaya pertahanan negara dan menjaga perdamaian negara. Kemudian kepentingan kedua dikeluarkan untuk pokok pengeluaran lain, menurut Ibnu Taimiyah, dijelaskan sebagai berikut:
a.       Pengeluaran untuk para Gubernur, Menteri dan Pejabat Pemerintah lain tak dapat dielakkan oleh pemerintah manapun, harus dibiayai dari anggaran penerimaan fai’
b.      Memelihara keadilan. Negara harus mengurus hakim / qadi
c.       Biaya pendidikan warga negara, baik siswa maupun gurunya
d.      Utilitas umu, infrasutruktur dan gugus tugas ekonomi, harus ditanggung negara.

3.      Utang Negara
Utang negara berasal dari utang dalam negeri maupun luar negeri. Kenyataanya bahwa didalam Islam semua pinjaman harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan bebas bunga. Pinjaman dapat diperoleh dengan cara langsung dari publik atau secara tidak langsung dalam bentuk pinjaman yang diperoleh dari bank sentral. Pinjaman dari bank sentral merupakan suatu bentuk pinjaman yang dilakukan karena menggambarkan buruknya situasi harga pada umumnya. Oleh karenanya, suatu negara tertentu akan mendapatkan dari negara lain yang sepaham.
4.      Mekanisme Kebijakan Fiskal
Tujuan dan fungsi yang paling penting untuk dijadikan bahan diskusi dalam rangka mengenali karakteristik fundamental sistem keuangan dan fiskal dalam ekonomi Islam adalah sebagai berikut: (1) kelayakan ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum; (2) keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan; (3) stabilitas dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of exchange dapat dipergunakan sebagai satuan perhitungan; (4) penagihan yang efektif dari semua jasa biasanya diharapkan dari sistem perbankan. Dari empat tujuan dan fungsi tersebut dapat dikatakan sama dengan yang ada pada sistem kapitalis. Akan tetapi, sesungguhnya terdapat perbedaan komitmen kedua sistem tersebut tentang nilai spiritual, keadilan social-ekonomi, dan persaudaraan manusia (Muhammad, 2002: 203).
Berkaitan dengan tujuan dan fungsi kelayakan ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum, maka dalam bidang ekonomi harus ditekankan pada pentingnya kelayakan ekonomi melalui pemenuhan semua kebutuhan dasar, pembebasan dari semua sebab utama yang menimbulkan beban berat, dan peningkatan dalam kualitas kehidupan, secara moral maupun secara material. Hal ini juga menekankan pentingnya penciptaan suatu lingkungan ekonomi yang memungkinkan khalifatullah dapat memanfaatkan dan kemampuan fisik maupun mental mereka untuk memperkaya dirinya, keluarganya dan masyarakatnya.
Dengan demikian pendayagunaan sumberdaya insani secara penuh dan efisien merupakan bagian tak terpisahkan dari tujuan sistem yang Islami. Oleh karena itu, walaupun full employment dan kesejahteraan material penting dalam konteks Islam, namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya penting selama ia memberikan kontribusi bagi full employment dan kelayakan ekonomi yang luas.
Konsepsi Islam yang berkaitan dengan penciptaan keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan ditempuh dengan build in program melalui zakat, dan sejumlah cara lain guna melaksanakan pendistribusian pendapat yang sesuai dengan konsep persaudaraan umat manusia. Dengan demikian, ini merupakan hal penting bahwa sistem keuangan dan perbankan serta kebijaksanaan moneter dirancang semuanya pada akhirnya saling terkait ke dalam nilai-nilai Islam dan memberikan sumbangan secara positif untuk mengurangi ketidakadilan.
Stabilitas dalam nilai uang, dalam kerangka Islam adalah ditujukan dengan sasaran memungkinkan medium of exchange dapat dipergunakan sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam penanggungan pembayaran, dan nilai tukar yang stabil.
Berkenaan dengan tujuan dan fungsi penagihan yang efektif dari semua jasa biasanya diharapkan dari sistem perbankan, dalam hal ini dapat ditempuh dalam dua cara, yaitu: mobilisasi tabungan dan mewujudkan jasa-jasa lain. Islam dengan tegas mencela perbuatan menahan tabungan dan sekaligus menuntut digunakannya tabungan tersebut untuk hal-hal yang produktif.


BAB III
KESIMPULAN

·         Kebijakan fiskal pada masa Rasulullah SAW mencakup kebijakan dalam sistem ekonomi, keuangan dan pajak, sumber pendapatan sekunder, zakat dan ushr, serta baitul maal dengan berlandaskan Al-Quran dan Al-Hadist.
·         Setelah Rasulullah SAW wafat, pemerintahan dilanjutkan oleh para sahabat. Kebijakan fiskal pada masa Khulafaur Rasyidin terbagi menjadi beberapa masa. Pertama pada masa khalifah Abu Bakar Siddiq, yang kedua masa khalifah Umar bin Khatab A-Faruqi, kemudian pada masa khalifah Usman bin Affan dan yang terakhir kebijakan fiskal pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib. Di antara khalifah-khalifah tersebut, mereka memiliki sistem kebijakan yang berbeda-beda. Akan tetapi masa pemerintahan Umar bin Khatab dinilai paling baik, dimana baitul maal, kepemilikan tanah, zakat, ushr, sadaqah untuk non muslim, koin, klasifikasi pendapatan negara dan pengeluaran negara diatur dengan baik.
·         Kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam memiliki peranan, tujuan, komponen serta mekanismenya. Peranan kebijakan fiskal dalam suatu ekonomi ditentukan oleh keterlibatan pemerintah dalam aktivitas ekonomi. Pada sistem kapitalis peranan sistem publik relatif kecil tetapi sangat penting. Pada sistem ekonomi Islam, hak pemilikan swasta diakui, pemerintah bertanggung jawab menjamin kelayakan hidup warga negaranya. Sedangkan tujuan kebijakan fiscal dalam ekonomi Islam mirip dengan kebijakan fiskal dalam ekonomi kapitalis namun tetap berbeda. Komponen kebijakan fiscal dalam ekonomi Islam pun berbeda dengan pada ekonomi kapitalis yaitu meliputi zakat, ghanimah, fa’I, kharaj dan jizyah.


DAFTAR RUJUKAN
Majid, N. 2003. Pemikiran Islam Abu Yusuf: Relevansinya dengan Ekonomi Kekinian. Yogyakarta: PSEI-STIS Yogyakarta.
Muhammad. 2002. Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Ekonomi Islam. Jakarta: Salemba Empat.
Pratikto, H. 2012. Ekonomi Syariah. Bahan Ajar. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Malang.

1 komentar:

  1. Referensinya sangat lengkap sekali,. untuk file word silahkan temen2 download makalah Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam di jurnalmakalah.com

    BalasHapus