Selasa, 04 November 2014

bank syariah (contoh makalah blkbb)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seperti diketahui bahwa Alqur’an dan sunnah Rasulullah saw, meupakan sumber tuntunan hidup bagi kaum muslimin untuk menjalani kehidupan yang baik dan benar. Alqur’an dan sunnah Rasulullah saw sebagai penuntun memiliki daya jangkau luas dan daya atur yang universal. Artinya, mmeliputi segenap aspek kehidupan umat manusia dan selalu ideal untuk masa lalu, kini, dan yang akan datang.
Untuk bidang perekonomian, islam memberikan aturan hukum yang dapat dijadikan sebagai pedoman. Mewujudkan kesejahteraan yang hakiki bagi umat manusia merupakan dasar sekaaligus tujuan utama dari syariat islam. Oleh karena itu, tujuan akhir dari ekonomi islam adalah sebgaimana tujuan dari syariat islam tersebut, yakni mencapai kebahagiaan didunia dan akhirat.
Sistem ekonomi islam adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktik kegiatan sehari-sehari bagi orang dan pemanfaatan barang/jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan/prundang-undangan islam(sunnatullah). Dalam kehidupan yang semakin maju, kegiatan transaksi perekonomian tidak terlepas dari peran perbankan. Pada awalnya perbankan menjalankaan kegiatan operasinya dengan konvensional, akan tetapi seiring berjalannya perkembangan perbankan yang juga memperhatikan beberapa kepentingan sehingga terciptalah perbankan dengan hukum syariah.
Perbankan Syariah sebagai lembaga keuangan Syariah, pada awalnya berkembang secara perlahan, namun kemudian mulai menunjukkan perkembangan yang semakin cepat mencapai prestasi pertumbuhan jauh di atas perkembangan perbankan konvensional. Di Indonesia perbankan Syariah muncul sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang secara implisit telah membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar operasional bagi hasil. Perbankan Syariah di Indonesia, pertama kali beroperasi pada 1 Mei 1992, ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI).

Perbankan syariah menjalankan sistem operasionalnya dengan memberlakukan sistem bagi hasil (profit and lost sharing) dan berbagi resiko (risk sharing) dengan nasabahnya yang memberikan penjelasan atas setiap perhitungan keuangan atas transaksi yang dilakukan sehingga akan meminimalisir kegiatan spekulatif dan tidak produktif. Dalam ajaran Islam, sebuah transaksi yang melibatkan dua orang antara pembeli dan penjual tidak boleh ada yang merasa dirugikan. Keduanya harus dapat saling bekerja sama dan melakukan transaksi sesuai dengan kesepakatan yang menandakan bahwa tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan karena kesepakatan tersebut merupakan sebuah akad (perjanjian) yang telah disetujui bersama.
1.2 Rumusan masalah
1.      Apa definisi perbankan syariah ?
2.      Apa tujuan dan fungsi perbankan syariah ?
3.      Apa landasan hukum bank syariah ?
4.      Bagaimana sejarah perbankan syariah diindonesia ?











BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Sebelum kita membahas tentang  pengertian bank syariah, perlu dipahami bahwa banyak para tokoh memberikan pendapat mengenai pengertian bank syariah, sehingga satu dengan yang lain berbeda-beda asumsinya. Secara garis besar pengertian bank syariah itu merupakan sebuah lembaga perbankan yang pada prinsipnya berpegang pada syariat Islam. Namun, untuk lebih jelasnya silakan simak beberapa tokoh dalam menguraikan pengertian bank syariah.
Kata bank berasal dari kata Banque dalam bahasa Prancis, dan dari kata Banco dalam bahasa Itali, yang berarti peti atau lemari atau bangku. Kata peti atau lemari menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti emas, peti berlian, peti uang dan sebagainya. Menurut Heri Sudarsono, pada umumnya yang pengertian bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. oleh karena itu, usaha bank akan selalu berkaitan dengan masalah uang yang merupakan barang dagangan utamanya.
Perbankan syariah atau perbankan Islam : المصرفية الإسلامية al-Mashrafiyah al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan buga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.
Bank Syariah atau bisa dikenal dengan bank islam mempunyai sistem operasi di mana ia tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga ini, bisa dikatakan sebagai lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur‟an dan Hadist Nabi SAW. Atau dengan kata lain, bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. (Karnaen Perwataatmadja dan M. Syafe‟i Antonio).
Pengertian bank syariah sebenarnya telah diatur dalam Undang-undang. Pasal 2 PBI No. 6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, memberikan definisi bahwa Bank umum syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bentuk hukum yang diperkenankan adalah perseroan terbatas atau PT. Dalam buku yang berjudul Manajemen Bank Syari’ah, secara garis besar hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam tersebut di tentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari lima konsep dasar akad. Bersumber dari lima dasar konsep inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan bukan bank syariah untuk dioperasionalkan. Kelima konsep tersebut adalah : (1) sistem simpanan, (2) bagi hasil, (3) margi keuntungan, (4) sewa, (5) jasa (fee).
Kegiatan utama perbankan syariah tersebut harus menggunakan prinsip dasar bank syariah yang ditetapkan, yaitu: Mudharabah, Musyarakah, Wadi’ah, Murabahah, Salam, Istishna’, Ijarah, Qardh, Rahn, Hiwalah/Hawalah, dan Wakalah.
Pengembangan perbankan yang didasarkan kepada konsep dan prinsip ekonomi Islam merupakan suatu inovasi dalam sistem perbankan internasional. Meskipun telah lama menjadi wacana pada kalangan publik dan para ilmuan muslim maupun nonmuslim, namun pendirian institusi bank Islam secara komersial dan formal belum lama terwujud. Salah satu bank terbesar di negara-negara arab, misalnya Bank Islam Faisal di Sudan dan Mesir, pertama berdiri pada tahun 1977 (Naser dan Moutinho, 1977). Sementara di kawasan Asia Tenggara, Bank Islam Malaysia Berhad telah didirikan pada tahun 1983 (Haron et. Al., 1994). Di Indonesia, bank Islam pertama adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang telah berdiri pada tahun 1992.
Menurut ketentuan yang tercantum di dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 2/8/PBI/2000, pasal I, Bank Syariah adalah “bank umum sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan telah diubah dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah, termasuk unit usaha syariah dan kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah”.
Pada UU no. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah disebutkan bahwa Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah. Menurut jenisnya  Bank Syariah terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Bank Umum Syariah (BUS) adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sedangkan Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.
Sedangkan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)adalah singkatan dari nama sebutan lembaga keuangan mikro Baitul Maal wat Tamwil atau padanan kata Balai-usaha Mandiri Terpadu.

2.2 Tujuan Dan Fungsi

Al-Qur’an dan Hadis menempatkan keadilan sebagai tujuan utama dalam syari’at Islam. Menurut Al-Qur’an, Q.S. al-Hadid (57):25
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
menciptakan keadilan merupakan tujuan utama mengapa Allah SWT. mengirimkan rasul-rasul-Nya ke muka bumi. Al-Qur’an jugamenempatkan keadilan sama dengan taqwa kepada Allah SWT (Q.S.(5):8.

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya posisi keadilan di dalam syari’at Islam.Para ahli hukum didalam sejarah Islam telah sepakat bahwa keadilan maerupakan tujuan yang terpenting dari maqashid al-syari’ah.
Menegakkan keadilan memiliki dimensi yang luas di dalam Islam.Keadilan harus diwujudkan di seluruh aspek kehidupan manusia, baik di dalam berkeluarga, bermasyarakat/sosial, kegiatan ekonomi dan politik, maupun di dalam berinteraksi dengan hewan dan alam lingkungan hidupnya sekalipun. Dalam pandangan ahli ekonomi, prinsip keadilan menuntut penggunaan sumberdaya dengan cara yang baik dan bertujuan kepada perwujudan kebaikan dan kemuliaan seluruh umat manusia. Dengan menerapkan prinsip keadilan diharapkan tercapai tingkat pertumbuhan yang maksimal, meratanya distribusi pendapatan dan kesejateraan, serta terwujudnya stabilitas ekonomi.
Tujuan ekonomi yang demikian disebut juga dengan tujuan yang bersifat kemanusiaan yang telah diakui oleh semua kelompok masyarakat dan merupakan hasil dari nilai-nilai moral yang dimiliki oleh semua agama.Pelarangan terhadap bunga bank merupakan salah satu strategi ekonomi Islam yang dibingkai dengan etika, moral dan akhlak yang terpuji dimaksud.Tampaknya hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa bukan hanya agama Islam yang menolak dan melarang pemberlakuan sistem bunga.Semua agama, seperti Yahudi, Kristen dan Hindu juga menolak kehadiran sistem bunga di dalam perekonomian umat manusia.Injil sebagai kitab suci agama Kristen menyatakan bahwa antara riba dan bunga tidak ada perbedaannya, sama-sama haram.Dalam kaitannya dengan konsep keadilan dalam Islam, meskipun pemberian bantuan dan peningkatan kualitas sosial ekonomi kaum miskin tergambar dalam maqaashid al-syari’ah, namun pembatasan terhadap pelarangan bunga untuk tujuan tertentu tidak saja salah, tetapi juga tidak berada pada tempatnya.Islam melarang sistem bunga pada sistem keuangan dan perdagangan/usaha, dan berusaha lagi untuk mengorganisasi kembali sistem permodalan dan keuangan dalam bentuk bagi hasil (profit-loss-sharing).Sistem ini memungkinkan investor mendapatkan bagian dari hasil usahanya dan pengusaha/peminjam modal tidak maenanggung sendiri kerugian usaha dari faktor-faktor yang tidak mungkin dapat dihindari.
Dalam prinsip bagi hasil terdapat unsur-unsur seperti unsur keadilan dalam bertransaksi, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, investasi yang beretika, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan.
Lembaga perbankan merupakan salah satu aspek yang diatur dalam syariah Islam yaitu tentang muamalah, yang berarti mengatur hubungan antar manusia.Bank syariah sebagai salah satu lembaga keuangan yang berbasiskan syariah menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif sehingga perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang dapat dipercaya dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Selain sebagai penghimpun dana bank syariah juga memiliki fungsi sebagai perantara (intermediasi keuangan) atau sebagai pembiayaan seperti yang diatur dalam pasal 1 UU no 7 tahun 1992.
Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan,kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.Bank syariah juga memiliki tujuan atau berorientasi tidak hanya pada profit saja tetapi juga didasarkan pada falah (falah oriented). Pada bank konvensional orientasi perbankan hanya pada profit saja (profit orientedi).
Sesuai dengan pengertian bank syariah sebelumnya, bank Syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam.Selain itu, bank syariah juga berfungsi sebagai manager investasi dan investor.


2.3 Landasan Hukum Perbankan Syariah
A.    Al – Qur’an
Kegiatan perbankan yang dilakukan di bank konvensional tidak sesuai dengan syariah Islam dikarenakan adanya praktek riba dan praktek terlarang lainnya. Sehingga para Ulama termotivasi untuk mendirikan Perbankan Syariah di Indonesia berdasarkan firman Allah SWT pada Q. S. al-Baqarah ayat 275, sebagai berikut :
Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila, Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
            Berdasarkan ayat ini para ulama Indonesia mendirikan bank bebas bunga tersebut karena Allah telah menjelaskan bahwa riba itu haram dan jual beli itu adalah halal. Selain itu, Allah juga menjelaskan bahwa memakan harta sesame dengan jalan yang bathil itu juga dilarang. Allah SWT berfirman dalam Q. S. an _ Nissa’ Ayat 29, sebagai berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
            Ayat ini menjelaskan bahwa tidak dibolehkannya memakan harta sesama kita dengan jalan yang dilarang oleh Allah SWT, seperti riba, maisir, tadlis, gharar dan sebagainya karena perbuatan itu merugikan salah satu pihak. Dan masih banyak lagi ayat – ayat al-Qur’an yang menjadi landasan berdirinya Perbankan Syariah.
B.     Hadist
Pelarangan riba tidak hanya merujuk pada al-Qur’an, selain itu, al-Hadits juga menjelaskan bahwa riba itu dilarang. Hadits berfungsi menjelaskan lebih lanjut tentang ayat-ayat al-Qur’an sehingga lebih spesifik. Seperti sabda Rasulullah saw, sebagai berikut :
            “Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, utang karena riba harus dihapuskan. Modal ( uang pokok ) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita atau mengalami ketidakadilan.”
Hadits ini merupakan amanat terakhir pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah bahwa Rasulullah saw. Masih menekankan bahwa Islam melarang praktek riba tersebut.
C.      Fatwa MUI/DSN Tentang Perbankan Syariah
Dewan Syariah Nasional selanjutnya disebut DSN dibentuk pada tahun 1997 yang merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan Juli 1997. DSN merupakan lembaga otonom di bawah Majelis Ulama Indonesia dipimpin oleh Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Berpedoman kepada PT Muamalat Indonesia yang menjadikan akad mudharabah dan musyarakah sebagai akad produknya maka Fatwa DSN menerbitkan Fatwa DSN No. 7/DSN-MUI/IV/2000, yang kemudian menjadi pedoman pada praktek Perbankan Syariah. Dalam nomor tersebut sebutkan: “Lembaga keuangan Syariah sebagai penyedia dana, menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disnegaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.”
D.    Peraturan Bank Indonesia
PBI yang secara khusus merupakan peraturan pelaksana dari UU No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah dan telah diundangkan hingga saat ini yaitu:
a.       PBI No. 10/16/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.
b.      PBI No. 10/17/PBI/2008 tentang produk bank syariah dan Unit Usaha Syariah
c.       PBI No. 10/18/PBI/2008 tentang rekonstruksi pembiayaan bagi bank syariah.
d.      PBI No. 10/23/PBI/2008 tentang perubahan kedua atas PBI No. 6/21/PBI/2004 tentang giro wajib minimum dalam rupiah dan valuta asing bagi bank umum yang melaksanaan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
e.       PBI No. 10/24/PBI/2008 tentang perubahan kedua atas PBI No. 8/21/PBI/2008 tentang penilaian kualitas aktiva bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdsarkan prinsip syariah.
f.       PBI No. 10/32/PBI/2008 tentang komite perbankan syariah.
g.      PBI No. 11/3/PBI/2009 Tentang Bank Umum Syariah pada Ketentuan Umum pasal 1 menjelaskan :
1.      Bank adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah ;
2.      Kantor Cabang yang selanjutnya disebut KC adalah kantor bank yang bertanggung jawab kepada kantor pusat Bank yang bersangkutan, dengan alamat tempat usaha yang jelas sesuai dengan lokasi KC tersebut melakukan usahanya.
3.      Dan seterusnya.


2.4 Sejarah Perbankan Syariah Di Indonesia

v  Tahun 1967-1983
Lahirnya Regulasi Perbankan di Indonesia secara sistematis dimulai pada tahun 1967 dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Dalam pasal 13 huruf c diterangkan bahwa dalam usaha bank di dalam operasinya menggunakan sistem kredit dan tidak mungkin melaksanakan kredit tanpa mengambil bunga. Hal ini karena konsep bunga ini melekat dalam pengertian kredit itu sendiri. Lalu era tahun 1980an terjadi kesulitan pengendalian tingkat bunga oleh Pemerintah karena Bank-Bank yang telah didirikan sangat tergantung kepada tersedianya likuiditas Bank Indonesia sehingga Pemerintah mengeluarkan Deregulasi 1 Juni 1983 yang membuka belenggu tingkat bunga ini. Deregulasi ini menimbulkan kemungkinan bagi Bank untuk menentukan tingkat bunga sebesar 0% yang merupakan penerapan sistem perbankan syariah melalui perjanjian murni sesuai prinsip bagi hasil.
v  Tahun 1988
Terhitung sejak adanya deregulasi 1 Juni 1983, lima tahun kemudian yakni pada tahun 1988, Pemerintah memandang perlu untuk membuka peluang bisnis di bidang perbankan seluas-luasnya. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan memobilisasi dana masyarakat untuk menunjang pembangunan. Maka pada tanggal 27 Oktober 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijaksanaan Pemerintah Bulan Oktober (PAKTO) yang berisi tentang liberalisasi perbankan yang memungkinkan pendirian bank-bank baru selain bank yang telah ada. Pada era ini, dimulailah pendirian Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah di beberapa daerah. Kemudian Majelis Ulama Indonesia melangsungkan Musyawarah Nasional IV pada tahun 1990 dimana hasil Munas tersebut mengamanatkan untuk membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia.
v  Tahun 1991 – sekarang
Tahun 1991, Bank Mualamat Indonesia kemudian lahir sebagai kerja tim perbankan MUI tersebut dan mulai beroperasi penuh setahun kemudian. Pada periode ini, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang memperkenalkan sistem perbankan bagi hasil. Dalam pasal 6 huruf (m) dan pasal 13 huruf (c) menyatakan bahwa salah satu usaha bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil. Ketentuan ini menandai dimulainya era sistem perbankan ganda (dual banking sistem) di Indonesia, yaitu beroperasinya sistem perbankan umum dan sistem perbankan dengan prinsip bagi hasil. Dalam sistem perbankan ganda ini, kedua sistem perbankan secara sinergis dan bersama-sama memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk dan jasa perbankan, serta mendukung pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Kemudian pada tahun 1998, terjadi perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Perubahan itu semakin mendorong berkembangnya keberadaan sistem perbankan syariah di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang ini, Bank Umum Umum diperbolehkan untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu melalui pembukaan UUS (Unit Usaha Syariah). Bank umum dapat memilih untuk melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan sistem umum atau berdasarkan prinsip syariah atau melakukan kedua kegiatan tersebut. Sehingga kemudian tahun 2008, keluarlah UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang melengkapi minimnya regulasi perbankan syariah selama ini.
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 mengatur beberapa ketentuan baru di bidang perbankan syariah, antara lain otoritas fatwa dan komite perbankan syariah, pembinaan dan pengawasan syariah, pemilihan dewan pengawas syariah (DPS), masalah pajak, penyelesaian sengketa perbankan, dan konversi unit usaha syariah (UUS) menjadi bank umum syariah (BUS). Lalu Undang-undang ini memberikan keleluasaan dalam pengembangan perbankan syariah sehingga memberi peluang besar ke depannya. Keleluasaan itu antar lain adalah : Pertama, Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) tidak bisa dikonversi menjadi Bank Umum. Sedangkan Bank Umum dapat dikonversi menjadi Bank Syariah (Pasal 5 ayat 7). Kedua, bila terjadi penggabungan (merger) atau peleburan (akuisisi) antara Bank Syariah dengan Bank Non Syariah wajib menjadi Bank Syariah (Pasal 17 ayat 2). Ketiga, bank umum umum yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) harus melakukan pemisahan (spin off) apabila (Pasal 68 ayat 1), UUS mencapai asset paling sedikit 50 persen dari total nilai aset bank induknya; atau 15 tahun sejak berlakunya UU Perbankan Syariah.
Lalu banyak kegiatan usaha yang tidak dapat dilakukan oleh bank umum namun dapat dilakukan oleh BUS. Di antaranya, bank syariah bisa menjamin penerbitan surat berharga, penitipan untuk kepentingan orang lain, menjadi wali amanat, penyertaan modal, bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun juga menerbitkan, menawarkan serta memperdagangkan surat berharga jangka panjang syariah. Dan kemudian perbankan syariah dapat menjalankan layanan yang sifatnya sosial. Misalnya menyelenggarakan lembaga baitul mal yang bergerak menerima dan menyalurkan dana zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya kemudian menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.
sejarah bank syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh bank muammalat yang berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990, bank ini mengalami kesulitan sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.
Sampai tahun 2014 terdapat 4 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 17 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar