BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seperti diketahui bahwa Alqur’an dan sunnah
Rasulullah saw, meupakan sumber tuntunan hidup bagi kaum muslimin untuk
menjalani kehidupan yang baik dan benar. Alqur’an dan sunnah Rasulullah saw
sebagai penuntun memiliki daya jangkau luas dan daya atur yang universal.
Artinya, mmeliputi segenap aspek kehidupan umat manusia dan selalu ideal untuk
masa lalu, kini, dan yang akan datang.
Untuk bidang perekonomian, islam memberikan
aturan hukum yang dapat dijadikan sebagai pedoman. Mewujudkan kesejahteraan
yang hakiki bagi umat manusia merupakan dasar sekaaligus tujuan utama dari syariat islam. Oleh karena itu, tujuan
akhir dari ekonomi islam adalah sebgaimana tujuan dari syariat islam tersebut,
yakni mencapai kebahagiaan didunia dan akhirat.
Sistem ekonomi islam adalah ilmu ekonomi yang
dilaksanakan dalam praktik kegiatan sehari-sehari bagi orang dan pemanfaatan
barang/jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan/prundang-undangan
islam(sunnatullah). Dalam kehidupan yang semakin maju, kegiatan transaksi
perekonomian tidak terlepas dari peran perbankan. Pada awalnya perbankan
menjalankaan kegiatan operasinya dengan konvensional, akan tetapi seiring
berjalannya perkembangan perbankan yang juga memperhatikan beberapa kepentingan
sehingga terciptalah perbankan dengan hukum syariah.
Perbankan Syariah sebagai lembaga keuangan Syariah,
pada awalnya berkembang secara perlahan, namun kemudian mulai menunjukkan
perkembangan yang semakin cepat mencapai prestasi pertumbuhan jauh di atas
perkembangan perbankan konvensional. Di Indonesia perbankan Syariah muncul
sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang
secara implisit telah membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki
dasar operasional bagi hasil. Perbankan Syariah di Indonesia, pertama kali
beroperasi pada 1 Mei 1992, ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia
(BMI).
Perbankan syariah menjalankan
sistem operasionalnya dengan memberlakukan sistem bagi hasil (profit and
lost sharing) dan berbagi resiko (risk sharing) dengan nasabahnya
yang memberikan penjelasan atas setiap perhitungan keuangan atas transaksi yang
dilakukan sehingga akan meminimalisir kegiatan spekulatif dan tidak produktif.
Dalam ajaran Islam, sebuah transaksi yang melibatkan dua orang antara pembeli
dan penjual tidak boleh ada yang merasa dirugikan. Keduanya harus dapat saling
bekerja sama dan melakukan transaksi sesuai dengan kesepakatan yang menandakan
bahwa tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan karena kesepakatan
tersebut merupakan sebuah akad (perjanjian) yang telah disetujui bersama.
1.2 Rumusan masalah
1.
Apa
definisi perbankan syariah ?
2.
Apa
tujuan dan fungsi perbankan syariah ?
3.
Apa
landasan hukum bank syariah ?
4.
Bagaimana
sejarah perbankan syariah diindonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Sebelum
kita membahas tentang pengertian bank syariah, perlu
dipahami bahwa banyak para tokoh memberikan pendapat mengenai pengertian bank syariah, sehingga
satu dengan yang lain berbeda-beda asumsinya. Secara garis besar pengertian bank syariah itu merupakan
sebuah lembaga perbankan yang pada prinsipnya berpegang pada syariat Islam.
Namun, untuk lebih jelasnya silakan simak beberapa tokoh dalam menguraikan pengertian bank syariah.
Kata
bank berasal dari kata Banque dalam bahasa Prancis, dan dari kata Banco dalam
bahasa Itali, yang berarti peti atau lemari atau bangku. Kata peti atau lemari
menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti emas,
peti berlian, peti uang dan sebagainya. Menurut Heri Sudarsono, pada umumnya
yang pengertian bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. oleh
karena itu, usaha bank akan selalu berkaitan dengan masalah uang yang merupakan
barang dagangan utamanya.
Perbankan syariah atau perbankan Islam : المصرفية الإسلامية al-Mashrafiyah
al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan
hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam
agama islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan buga
pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha
berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan tidak dapat menjamin
absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang
berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan
yang tidak Islami, dan lain-lain.
Bank
Syariah atau bisa dikenal dengan bank islam mempunyai
sistem operasi di mana ia tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa
disebut dengan bank tanpa bunga ini, bisa dikatakan sebagai lembaga keuangan
atau perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada
Al-Qur‟an dan Hadist Nabi SAW. Atau dengan kata lain, bank Islam adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam
lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan
dengan prinsip syariat Islam. (Karnaen Perwataatmadja dan M. Syafe‟i Antonio).
Pengertian bank syariah sebenarnya
telah diatur dalam Undang-undang. Pasal 2 PBI No. 6/24/PBI/2004 Tentang Bank
Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, memberikan
definisi bahwa Bank umum syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Bentuk hukum yang diperkenankan adalah perseroan terbatas
atau PT. Dalam buku yang berjudul Manajemen Bank Syari’ah, secara garis besar
hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam tersebut di tentukan oleh hubungan
akad yang terdiri dari lima konsep dasar akad. Bersumber dari lima dasar konsep
inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syariah dan lembaga
keuangan bukan bank syariah untuk dioperasionalkan. Kelima konsep tersebut
adalah : (1) sistem simpanan, (2) bagi hasil, (3) margi keuntungan, (4) sewa,
(5) jasa (fee).
Kegiatan utama perbankan syariah tersebut harus menggunakan prinsip dasar bank syariah yang ditetapkan, yaitu: Mudharabah, Musyarakah, Wadi’ah, Murabahah, Salam, Istishna’, Ijarah, Qardh, Rahn, Hiwalah/Hawalah, dan Wakalah.
Kegiatan utama perbankan syariah tersebut harus menggunakan prinsip dasar bank syariah yang ditetapkan, yaitu: Mudharabah, Musyarakah, Wadi’ah, Murabahah, Salam, Istishna’, Ijarah, Qardh, Rahn, Hiwalah/Hawalah, dan Wakalah.
Pengembangan
perbankan yang didasarkan kepada konsep dan prinsip ekonomi Islam merupakan
suatu inovasi dalam sistem perbankan internasional. Meskipun telah lama menjadi
wacana pada kalangan publik dan para ilmuan muslim maupun nonmuslim, namun
pendirian institusi bank Islam secara komersial dan formal belum lama terwujud.
Salah satu bank terbesar di negara-negara arab, misalnya Bank Islam Faisal di
Sudan dan Mesir, pertama berdiri pada tahun 1977 (Naser dan Moutinho, 1977).
Sementara di kawasan Asia Tenggara, Bank Islam Malaysia Berhad telah didirikan
pada tahun 1983 (Haron et. Al., 1994). Di Indonesia, bank Islam pertama adalah
Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang telah berdiri pada tahun 1992.
Menurut ketentuan yang tercantum di dalam Peraturan
Bank Indonesia nomor 2/8/PBI/2000, pasal I, Bank Syariah adalah “bank umum
sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang
Perbankan dan telah diubah dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah, termasuk unit
usaha syariah dan kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syari’ah”.
Pada UU no. 21 tahun 2008 tentang
perbankan syariah disebutkan bahwa Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan
kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah. Menurut jenisnya Bank
Syariah terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS).
Bank Umum Syariah (BUS) adalah Bank
Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sedangkan Unit Usaha Syariah yang
selanjutnya disebut UUS adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum
Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di
kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.
Sedangkan Baitul Maal Wat Tamwil
(BMT)adalah singkatan dari nama sebutan lembaga keuangan mikro Baitul Maal wat
Tamwil atau padanan kata Balai-usaha Mandiri Terpadu.
2.2 Tujuan Dan Fungsi
Al-Qur’an dan Hadis menempatkan keadilan sebagai
tujuan utama dalam syari’at Islam. Menurut Al-Qur’an, Q.S. al-Hadid
(57):25
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan
membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab
dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami
ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat
bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah
mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah
tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
menciptakan keadilan merupakan tujuan utama mengapa
Allah SWT. mengirimkan rasul-rasul-Nya ke muka bumi. Al-Qur’an jugamenempatkan
keadilan sama dengan taqwa kepada Allah SWT (Q.S.(5):8.
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya posisi keadilan
di dalam syari’at Islam.Para ahli hukum didalam sejarah Islam telah
sepakat bahwa keadilan maerupakan tujuan yang terpenting dari maqashid
al-syari’ah.
Menegakkan keadilan memiliki dimensi yang luas di dalam
Islam.Keadilan harus diwujudkan di seluruh aspek kehidupan manusia, baik di
dalam berkeluarga, bermasyarakat/sosial, kegiatan ekonomi dan politik, maupun
di dalam berinteraksi dengan hewan dan alam lingkungan hidupnya sekalipun.
Dalam pandangan ahli ekonomi, prinsip keadilan menuntut penggunaan sumberdaya
dengan cara yang baik dan bertujuan kepada perwujudan kebaikan dan kemuliaan
seluruh umat manusia. Dengan menerapkan prinsip keadilan diharapkan tercapai
tingkat pertumbuhan yang maksimal, meratanya distribusi pendapatan dan
kesejateraan, serta terwujudnya stabilitas ekonomi.
Tujuan ekonomi yang demikian disebut juga dengan
tujuan yang bersifat kemanusiaan yang telah diakui oleh semua kelompok
masyarakat dan merupakan hasil dari nilai-nilai moral yang dimiliki oleh semua
agama.Pelarangan terhadap bunga bank merupakan salah satu strategi ekonomi
Islam yang dibingkai dengan etika, moral dan akhlak yang terpuji
dimaksud.Tampaknya hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa bukan
hanya agama Islam yang menolak dan melarang pemberlakuan sistem bunga.Semua
agama, seperti Yahudi, Kristen dan Hindu juga menolak kehadiran sistem bunga di
dalam perekonomian umat manusia.Injil sebagai kitab suci agama Kristen
menyatakan bahwa antara riba dan bunga tidak ada perbedaannya, sama-sama
haram.Dalam kaitannya dengan konsep keadilan dalam Islam, meskipun pemberian
bantuan dan peningkatan kualitas sosial ekonomi kaum miskin tergambar dalam maqaashid
al-syari’ah, namun pembatasan terhadap pelarangan bunga untuk tujuan
tertentu tidak saja salah, tetapi juga tidak berada pada tempatnya.Islam melarang
sistem bunga pada sistem keuangan dan perdagangan/usaha, dan berusaha lagi
untuk mengorganisasi kembali sistem permodalan dan keuangan dalam bentuk bagi
hasil (profit-loss-sharing).Sistem ini memungkinkan investor mendapatkan
bagian dari hasil usahanya dan pengusaha/peminjam modal tidak maenanggung
sendiri kerugian usaha dari faktor-faktor yang tidak mungkin dapat dihindari.
Dalam prinsip bagi hasil terdapat
unsur-unsur seperti unsur keadilan dalam bertransaksi, mengedepankan
nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, investasi yang
beretika, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan.
Lembaga perbankan merupakan salah
satu aspek yang diatur dalam syariah Islam yaitu tentang muamalah, yang
berarti mengatur hubungan antar manusia.Bank syariah sebagai salah satu lembaga
keuangan yang berbasiskan syariah menyediakan beragam produk serta layanan jasa
perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif sehingga
perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang dapat dipercaya dan
dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Selain sebagai penghimpun dana bank syariah juga memiliki fungsi sebagai
perantara (intermediasi keuangan) atau sebagai pembiayaan seperti yang diatur
dalam pasal 1 UU no 7 tahun 1992.
Perbankan Syariah bertujuan
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
keadilan,kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.Bank syariah juga
memiliki tujuan atau berorientasi tidak hanya pada profit saja tetapi juga
didasarkan pada falah (falah oriented). Pada bank konvensional orientasi
perbankan hanya pada profit saja (profit orientedi).
Sesuai dengan pengertian bank syariah sebelumnya, bank
Syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi
pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan
usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam.Selain itu, bank syariah
juga berfungsi sebagai manager investasi dan investor.
2.3 Landasan
Hukum Perbankan Syariah
A.
Al – Qur’an
Kegiatan perbankan yang dilakukan di bank konvensional tidak sesuai
dengan syariah Islam dikarenakan adanya praktek riba dan praktek terlarang
lainnya. Sehingga para Ulama termotivasi untuk mendirikan Perbankan Syariah di
Indonesia berdasarkan firman Allah SWT pada Q. S. al-Baqarah ayat 275, sebagai
berikut :
Artinya : “Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila, Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Berdasarkan ayat ini
para ulama Indonesia mendirikan bank bebas bunga tersebut karena Allah telah
menjelaskan bahwa riba itu haram dan jual beli itu adalah halal. Selain itu,
Allah juga menjelaskan bahwa memakan harta sesame dengan jalan yang bathil itu
juga dilarang. Allah SWT berfirman dalam Q. S. an _ Nissa’ Ayat 29, sebagai
berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.”
Ayat ini menjelaskan
bahwa tidak dibolehkannya memakan harta sesama kita dengan jalan yang dilarang
oleh Allah SWT, seperti riba, maisir, tadlis, gharar dan sebagainya karena
perbuatan itu merugikan salah satu pihak. Dan masih banyak lagi ayat – ayat
al-Qur’an yang menjadi landasan berdirinya Perbankan Syariah.
B. Hadist
Pelarangan riba tidak hanya merujuk pada al-Qur’an, selain itu, al-Hadits
juga menjelaskan bahwa riba itu dilarang. Hadits berfungsi menjelaskan lebih
lanjut tentang ayat-ayat al-Qur’an sehingga lebih spesifik. Seperti sabda
Rasulullah saw, sebagai berikut :
“Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu dan Dia pasti akan
menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu,
utang karena riba harus dihapuskan. Modal ( uang pokok ) kamu adalah hak kamu.
Kamu tidak akan menderita atau mengalami ketidakadilan.”
Hadits ini merupakan amanat terakhir pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10
Hijriah bahwa Rasulullah saw. Masih menekankan bahwa Islam melarang praktek
riba tersebut.
C. Fatwa
MUI/DSN Tentang Perbankan Syariah
Dewan Syariah Nasional selanjutnya disebut DSN dibentuk pada tahun 1997
yang merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan Juli
1997. DSN merupakan lembaga otonom di bawah Majelis Ulama Indonesia dipimpin
oleh Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Berpedoman kepada PT Muamalat
Indonesia yang menjadikan akad mudharabah dan musyarakah sebagai akad produknya
maka Fatwa DSN menerbitkan Fatwa DSN No. 7/DSN-MUI/IV/2000, yang kemudian
menjadi pedoman pada praktek Perbankan Syariah. Dalam nomor tersebut sebutkan:
“Lembaga keuangan Syariah sebagai penyedia dana, menanggung semua kerugian
akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang
disnegaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.”
D. Peraturan Bank Indonesia
PBI yang secara khusus merupakan peraturan pelaksana dari UU No.21 tahun
2008 tentang perbankan syariah dan telah diundangkan hingga saat ini yaitu:
a.
PBI No. 10/16/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan
penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.
b. PBI No.
10/17/PBI/2008 tentang produk bank syariah dan Unit Usaha Syariah
c. PBI No.
10/18/PBI/2008 tentang rekonstruksi pembiayaan bagi bank syariah.
d.
PBI No. 10/23/PBI/2008 tentang perubahan kedua atas PBI No. 6/21/PBI/2004
tentang giro wajib minimum dalam rupiah dan valuta asing bagi bank umum yang
melaksanaan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
e.
PBI No. 10/24/PBI/2008 tentang perubahan kedua atas PBI No. 8/21/PBI/2008
tentang penilaian kualitas aktiva bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdsarkan prinsip syariah.
f. PBI No.
10/32/PBI/2008 tentang komite perbankan syariah.
g. PBI No.
11/3/PBI/2009 Tentang Bank Umum Syariah pada Ketentuan Umum pasal 1 menjelaskan
:
1. Bank
adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah ;
2. Kantor
Cabang yang selanjutnya disebut KC adalah kantor bank yang bertanggung jawab
kepada kantor pusat Bank yang bersangkutan, dengan alamat tempat usaha yang
jelas sesuai dengan lokasi KC tersebut melakukan usahanya.
3. Dan
seterusnya.
2.4
Sejarah Perbankan Syariah Di Indonesia
v
Tahun 1967-1983
Lahirnya
Regulasi Perbankan di Indonesia secara sistematis dimulai pada tahun 1967
dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Perbankan. Dalam pasal 13 huruf c diterangkan bahwa dalam usaha bank di dalam
operasinya menggunakan sistem kredit dan tidak mungkin melaksanakan kredit
tanpa mengambil bunga. Hal ini karena konsep bunga ini melekat dalam pengertian
kredit itu sendiri. Lalu era tahun 1980an terjadi kesulitan pengendalian
tingkat bunga oleh Pemerintah karena Bank-Bank yang telah didirikan sangat
tergantung kepada tersedianya likuiditas Bank Indonesia sehingga Pemerintah
mengeluarkan Deregulasi 1 Juni 1983 yang membuka belenggu tingkat bunga ini. Deregulasi
ini menimbulkan kemungkinan bagi Bank untuk menentukan tingkat bunga sebesar 0%
yang merupakan penerapan sistem perbankan syariah melalui perjanjian murni
sesuai prinsip bagi hasil.
v
Tahun 1988
Terhitung
sejak adanya deregulasi 1 Juni 1983, lima tahun kemudian yakni pada tahun 1988,
Pemerintah memandang perlu untuk membuka peluang bisnis di bidang perbankan
seluas-luasnya. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan memobilisasi dana
masyarakat untuk menunjang pembangunan. Maka pada tanggal 27 Oktober 1988,
Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijaksanaan Pemerintah Bulan Oktober (PAKTO)
yang berisi tentang liberalisasi perbankan yang memungkinkan pendirian
bank-bank baru selain bank yang telah ada. Pada era ini, dimulailah pendirian Bank-bank
Perkreditan Rakyat Syariah di beberapa daerah. Kemudian Majelis Ulama Indonesia
melangsungkan Musyawarah Nasional IV pada tahun 1990 dimana hasil Munas
tersebut mengamanatkan untuk membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank
Islam di Indonesia.
v
Tahun 1991 – sekarang
Tahun
1991, Bank Mualamat Indonesia kemudian lahir sebagai kerja tim perbankan MUI
tersebut dan mulai beroperasi penuh setahun kemudian. Pada periode ini,
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang memperkenalkan
sistem perbankan bagi hasil. Dalam pasal 6 huruf (m) dan pasal 13 huruf (c)
menyatakan bahwa salah satu usaha bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat adalah
menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil. Ketentuan
ini menandai dimulainya era sistem perbankan ganda (dual banking sistem) di
Indonesia, yaitu beroperasinya sistem perbankan umum dan sistem perbankan
dengan prinsip bagi hasil. Dalam sistem perbankan ganda ini, kedua sistem
perbankan secara sinergis dan bersama-sama memenuhi kebutuhan masyarakat akan
produk dan jasa perbankan, serta mendukung pembiayaan bagi sektor-sektor
perekonomian nasional.
Kemudian
pada tahun 1998, terjadi perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Perubahan itu semakin
mendorong berkembangnya keberadaan sistem perbankan syariah di Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang ini, Bank Umum Umum diperbolehkan untuk melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu melalui pembukaan UUS (Unit
Usaha Syariah). Bank umum dapat memilih untuk melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan sistem umum atau berdasarkan prinsip syariah atau melakukan kedua
kegiatan tersebut. Sehingga kemudian tahun 2008, keluarlah UU No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah yang melengkapi minimnya regulasi perbankan syariah
selama ini.
Undang-Undang
No. 21 Tahun 2008 mengatur beberapa ketentuan baru di bidang perbankan syariah,
antara lain otoritas fatwa dan komite perbankan syariah, pembinaan dan
pengawasan syariah, pemilihan dewan pengawas syariah (DPS), masalah pajak,
penyelesaian sengketa perbankan, dan konversi unit usaha syariah (UUS) menjadi
bank umum syariah (BUS). Lalu Undang-undang ini memberikan keleluasaan dalam
pengembangan perbankan syariah sehingga memberi peluang besar ke depannya.
Keleluasaan itu antar lain adalah : Pertama, Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) tidak bisa dikonversi menjadi Bank Umum.
Sedangkan Bank Umum dapat dikonversi menjadi Bank Syariah (Pasal 5 ayat 7).
Kedua, bila terjadi penggabungan (merger) atau peleburan (akuisisi) antara Bank
Syariah dengan Bank Non Syariah wajib menjadi Bank Syariah (Pasal 17 ayat 2).
Ketiga, bank umum umum yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) harus melakukan
pemisahan (spin off) apabila (Pasal 68 ayat 1), UUS mencapai asset paling
sedikit 50 persen dari total nilai aset bank induknya; atau 15 tahun sejak berlakunya
UU Perbankan Syariah.
Lalu
banyak kegiatan usaha yang tidak dapat dilakukan oleh bank umum namun dapat
dilakukan oleh BUS. Di antaranya, bank syariah bisa menjamin penerbitan surat
berharga, penitipan untuk kepentingan orang lain, menjadi wali amanat,
penyertaan modal, bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun juga
menerbitkan, menawarkan serta memperdagangkan surat berharga jangka panjang
syariah. Dan kemudian perbankan syariah dapat menjalankan layanan yang sifatnya
sosial. Misalnya menyelenggarakan lembaga baitul mal yang bergerak menerima dan
menyalurkan dana zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya
kemudian menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.
sejarah
bank syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh bank muammalat yang
berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat
krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990, bank ini mengalami kesulitan
sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian
memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit
dan menghasilkan laba.
Sampai
tahun 2014 terdapat 4 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat
Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah dan Bank Mega Syariah.
Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 17 bank
diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan
Bank Rakyat Indonesia (Persero).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar